REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembelian 280 pucuk senjata pelontar granat Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter dilengkapi 5.932 butir peluru oleh Korps Brimob Polri menuai polemik. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu usai rapat bersama Komisi I DPR RI mengatakan bahwa pembelian senjata ini sudah sesuai prosedur.
Senjata ini masuk ke Bandara Soekarno Hatta pada Jumat (29/9) malam. Hingga kini, senjata tersebut masih tertahan di Gudang UNEX, area kargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Ryamizard menyatakan pihaknya sedang melakukan pengecekan terhadap ratusan pucuk senjata tersebut. Pengecekan dilakukan Polri bersama-sama dengan TNI.
"Sekarang lagi diproses. Kan enggak sembarangan. Harus dihitung bagaimana juga. Sudah selesai. Presiden perintahkan selesai, harus selesai dan tidak ada masalah," ujar Ryamizard Ryacudu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/10).
Ryamizard menegaskan bahwa masalah pengadaan senjata ini sudah dinyatakan selesai. Menteri Pertahanan juga menegaskan seluruh kegiatan pengadaan dan pembelian senjata harus seizin Kementerian Pertahanan. "Semua senjata harus lewat Menteri Pertahanan. TNI, Polri, Bakamla, apa pun. Saya yang menentukan," ucap Ryamizard dengan nada tinggi.
Senjata buatan perusahaan Bulgaria, Arsenal JSCo, itu tiba dengan pesawat Antonov AN-12TB milik Ukraine Airline. Polri mengakui senjata-senjata milik Korps Brimob Polri yang diimpor oleh PT Mustika Duta Mas itu dibeli melalui mekanisme lelang sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Sebelumnya, Ryamizard mengatakan koordinasi terkait pengadaan 280 pucuk senjata SAGL ini belum berjalan dengan baik. Menteri Pertahanan menegaskan bahwa pengadaan senjata harus satu induk, yaitu Kementerian Pertahanan dan berpatokan pada Undang-undang.