Selasa 03 Oct 2017 18:31 WIB

Pengacara: Kasus Buni Yani Dipolitisasi

Terdakwa perkara pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Buni Yani duduk bersama pengunjung menjelang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Gedung Arsip Kota Bandung, Selasa (3/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Terdakwa perkara pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Buni Yani duduk bersama pengunjung menjelang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Gedung Arsip Kota Bandung, Selasa (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Salah satu tim pengacara Buni Yani menduga kasus yang menjerat kliennya dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga persidangannya terkesan terlalu dipaksakan.

"Jadi ini tuntutan menandakan dari awal kasus ini dipaksakan terlalu politis. Untuk kasus pak Buni ini memang luar biasa muatan politisnya," ujar pengacara Aldwin Rahadian saat menanggapi tuntutan yang dijatuhkan jaksa dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (3/10).

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Buni Yani hukuman dua tahun penjara serta dikenakan denda Rp 100 juta dengan subsider tiga bulan kurungan atas dugaan pelanggaran UU ITE. Menurutnya, tuntutan tersebut terlalu mengada-ngada karena tidak sesuai dengan fakta yang ada dipersidangan. Kata Aldwin, jika dibandingkan dengan kasus serupa tuntutan terhadap kliennya terlalu berat.

"Ini keliatan politisnya, kita sama-sama tahulah latar belakang dan sebagainya Jaksa Agung. Jadi ini tidak fair," kata dia.

Aldwin membandingkan kasus yang menjerat Buni Yani dengan kasus-kasus lainnya. Ia menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dituntut penjara selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.

Ia juga membandingkan kasus Ki Gendeng Pamungkas yang hanya mendapat tuntutan satu tahun penjara. Aldwin menganggap, berkaca pada tuntutan-tuntutan tersebut dengan apa yang dialami kliennya, tidak adil.

"Menurut saya dengan kondisi seperti ini, Indonesia sudah darurat penegakkan hukum, tidak equal. Satu dengan yang lainnya berbeda penanganan hukumnya, ini sudah enggak bener," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement