REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gencarnya sosialisasi pemerintah terkait bahaya penggunaan merkuri dalam aktivitas pertambangan emas mulai membuahkan hasil. Di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, daerah yang dikenal dengan bukit emasnya, diklaim sudah tak lagi menggunakan merkuri.
Tokoh adat masyarakat Poboya Adzis Lamureke menegaskan, masyarakat penambang tradisional di Pobaya telah meninggalkan kebiasaan penggunaan merkuri dalam menambang emas. Kesadaran masyarakat, menurut Adzis merupakan hasil dari sosialisasi panjang dan terus-menerus yang dilakukan sejak tahun 2016 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah daerah, dan lainnya.
Dia juga meyakini saat ini sudah tak ada lagi pencemaran. "Sekarang sudah kita tinggalkan. Kita sadarkan bahwa kita sendirilah yang harus menjaga lingkungan kita sendiri," kata Adzis dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (2/10) malam.
Ia berharap tak ada lagi pihak-pihak yang mencoba membuat isu bahwa penggunaan merkuri masih dilakukan sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Dia bahkan mempersilakan pihak-pihak yang ingin melihat secara langsung perubahan yang terjadi.
Menurutnya, pertambangan emas Poboya sudah menjadi sumber pencaharian masyarakat. Kata dia, ada empat kelurahan menggantungkan nasib perekonomiannya lewat penambangan emas di sana.
"Kita sepakat menjaga kelestarian lingkungan kita dan menjaga mata pencaharian kita berkesinambungan," kata dia.
Pegiat lingkungan kota Palu, Musliman menegaskan hal serupa. Ia menceritakan, secara kasat mata penggunaan merkuri di wilayah ini sudah tak terlihat lagi oleh warga. Ia meyakini, adanya unsur merkuri di air juga jauh berkurang.
"Secara kasat mata sudah tak ada merkuri lagi disini. Kalau dulu, ada di sekitar 0,005 persen saja. Kini jelas sudah menurun jauh sekali," jelas Musliman yang pernah meneliti baku mutu air tanah di Palu.
Pemerintah melalui KLHK memang memiliki proyek percontohan bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mengganti penggunaan merkuri. Purwasto Saroprayogi, Kepala Subdirektorat Penerapan Konvensi Bahan Berbahaya Beracun KLHK mengatakan, salah satu lokasi percontohan adalah di Poboya.
"Kini merkuri sudah ditinggalkan warga," kata Purwasto.