REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD DKI Jakarta tidak kunjung menyepakati Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2017. Penetapan APBD-P akhirnya molor dari yang seharusnya, yakni akhir September atau tiga bulan sebelum akhir tahun anggaran.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, banyak mata anggaran di perubahan yang dinilainya tidak masuk akal. Hal itulah yang menjadikannya enggan menandatangani sampai saat ini. Sebelum anggaran yang disebutnya tidak rasional itu diubah, ia tetap akan bersikukuh untuk tidak menekennya.
"Kami belum sepakat, saya nggak mau tanda tangan, karena banyak sekali nilai yang saya anggap fantastis, tidak rasional. Maka perlu disempurnakan supaya tidak melanggar aturan," kata dia di Jakarta, Senin (2/10).
Menurut mantan wali kota Blitar ini, beberapa komponen tidak sesuai dan tidak rasional serta berpotensi melanggar aturan. Djarot mencontohkan, biaya perjalanan luar negeri anggota dewan yang dianggarkan tidak sesuai dengan aturan yang ada, yakni surat keputusan Menteri Keuangan.
Djarot menilai, biaya perjalanan di luar ketentuan tak bisa dilaksanakan. Semua harus sama sesuai SK Menteri Keuangan. Sebab, kata dia, aturan itu berlaku bagi aparatur sipil negara di seluruh Indonesia. "Masa mau dinaikin tiga kali dari nilai yang ada di SK Menkeu," ujar dia.
Djarot berharap pengesahan APBD-P bisa dilakukan sebelum masa jabatannya habis dua pekan lagi. Rencananya, hari ini (Senin 2/10), Pemprov dan DPRD DKI akan membahas pengesahan APBD-P 2017 setelah pada Jumat (28/10) lalu sempat ditunda.