REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tragedi G-30S/PKI dianggap sebagai bagian dari realita sejarah kelam Indonesia yang tak terbantahkan. Jauh hari sebelum tahun 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) disinyalir sudah menyiapkan langkah-langkahnya.
"Pertama, memberikan persenjataan kepada buruh dan petani sebagai angkatan kelima. Itu langsung disambut oleh Mao Tse Tung, membantu jutaan senjata Cung. Beliau yang mati itu yang menolak kalau buruh dan petani dipersenjatai," ungkap Sejarawan Arukat Jaswadi kepada wartawan Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/9).
Berikutnya, menurut Arukat, aksi sepihak PKI menduduki semua tanah milik pesantren dan milik negara. Mulai dari Mantingan milik Pesantren Gontor, di Kediri perkebunan diduduki, hingga ke Bandar Betsi di mana Peltu Sudjono harus terbunuh.
Penistaan agama juga pernah dilakukan oleh PKI kala itu. Melalui Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), setiap mereka menampilkan ludruk, ungkap[ Arukat, mereka menceritakan tentang matinya Gusti Allah.
"Peristiwa Kanigoro, ketika PII sedang melakukan pelatihan diikat, Alquran diinjak. Terakhirnya itu G-30S/PKI. Banyak ahli katakan itu semua gladiresik, puncaknya G-30S/PKI," kata dia.
Menurut Arukat, penyebab mereka kemudian kalah karena strategi revolusioner dan ajaran komunismenya itu ditolak. Dia menambahkan, kita sepatutnya bersyukur PKI kala itu bisa dikalahkan. Jika seandainya PKI menunda pemberontakannya lima atau 10 tahun lagi, lawan-lawannya akan habis oleh mereka.
"Sama juga seperti sekarang, ketika generasi muda Islam tidak paham sejarah, sehingga tidak ada pembelaan terhadap umat dan bangsa," ujar Arukat.