Sabtu 30 Sep 2017 16:46 WIB

Selain Bonus Demografi, Indonesia akan Alami 'Ledakan Lansia

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Lansia
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Lansia

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Tak hanya bonus demografi atau ledakan jumlah penduduk usia produktif saja yang bakal dialami Indonesia hingga 2030 mendatang. Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) juga bakal tumbuh dua kali lipat, dari 20 juta penduduk lansia saat ini menjadi 40 juta jumlahnya pada 2030 nanti. 'Ledakan' jumlah penduduk lansia tentu membutuhkan infrastruktur kesehatan yang memadai, termasuk kebutuhan tenaga kesehatan yang memfasilitasi para pasien lansia.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek meminta seluruh pemangku kepentingan di bidang kesehatan untuk mulai fokus menyiapkan kondisi ini. Paling tidak, lanjutnya, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk lansia dalam satu dekade mendatang, seluruh infrastruktur kesehatan untuk lansia sudah memadai.

"Tahun 2030 waktu yang tidak lama lagi. Siap tidak kita menghadapi itu," ujar Nila saat membuka Kongres Nasional VII Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia, di Padang, Sabtu (30/9).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, lanjut Nila, dari seluruh rumah sakit di Indonesia sebanyak 2.703 unit, hanya 0,5 persennya atau 14 rumah sakit yang memiliki klinik geriatri untuk perawatan lansia terpadu. Angka tersebut menurutnya masih sedikit untuk memfasilitasi 'ledakan' jumlah penduduk lansia di masa yang akan datang.

Apalagi saat ini kebanyakan pelayanan untuk lansia belum terpadu. Misalnya, seorang pasien lansia masih harus berobat dari satu poli ke poli lainnya dan menerima obat dari satu dokter spesialis ke dokter spesialis lainnya. Hal tersebut dianggap tidak efisien baik bagi pasien atau bagi pihak rumah sakit dan BPJS Kesehatan yang membayarkan klaim pasien.

"Kalau bisa memang layanan untuk lansia disatukan. Coba bayangkan kalau lansia harus berobat ke poli gigi, lalu jalan lagi ke poli yang lain. Kasihan mereka, kadang untuk jalan saja butuh tenaga banyak," Katanya.

Nila melanjutkan, hingga saat ini penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi penyakit 'paling laris' yang diidap pasien lansia. Bahkan menurut data Kemenkes, nyaris separuh lansia di Indonesia mengidap hipertensi. Menurutnya, kondisi hipertensi akan berujung pada stroke bila tida ditangani secara dini oleh tenaga medis.

Solusi yang ditawarkan pemerintah adalah pendekatan penyembuhan melalui keluarga. Unit kesehatan seperti Posyandu lansia pun digalakkan di kampung-kampung agar pelayanan kesehatan lebih memasyarakat.

Nila menilai bahwa pendekatan dari keluarga lansia cukup ampuh untuk memberikan efek psikologi yang positif bagi lansia. Apalagi dalam keluarga karir, tak jarang orang tua yang lansia justru ditinggalkan di rumah.

"Ketika anak atau menantu di rumah sibuk, lansia jarang terurus. Kejiwaan mereka bisa terganggu. Kasus seperti ini juga banyak kita temukan di lapangan," katanya.

Sementara itu Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno juga sepakat bahwa lansia memang rawan mengalami gangguan psikologi. Alasannya tak lain, menurutnya, adalah kurangnya perhatian yang diberikan oleh keluarga termasuk anak-anaknya.

"Lansia itu psikologisnya cenderung kembali seperti anak-anak. Mereka butuh perhatian besar. Kita sebagai keluarga harus meluangkan waktu untuk menemani mereka. Apakah untuk sekedar ngobrol," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement