REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengharapkan hakim tunggal pada praperadilan Setya Novanto bisa berpikir jernih jelang putusan yang dijadwalkan dibacakan Jumat (29/9).
"Mudah-mudahan hakim bisa berpikir jernih dan sebetulnya kami punya barang bukti yang sangat banyak kalau diizinkan. Sebenarnya kami juga mau membuka rekaman," kata Agus di gedung KPK Jakarta, Kamis (28/9).
Agus mengatakan bahwa putusan praperadilan nantinya diharapkan memberikan harapan yang sangat besar dalam upaya pemberantasan korupsi. "Kalau keputusannya berdasarkan nurani bisa mempercepat perjalanan kami dalam pemberantasan korupsi. Saya berharap hakim yang memimpin sidang praperadilan itu hati nuraninya diterangi Tuhan. Mudah-mudahan keputusan terbaik bagi bangsa ini yang kemudian dikedepankan," tuturnya.
Sebelumnya, dalam lanjutan sidang praperadilan Setya Novanto pada Rabu (27/9), tim biro hukum KPK mengajukan alat atau bukti elektronik berupa komunikasi antara Setya Novanto dengan berbagai pihak terkait kasus proyek KTP-elektronik (KTP-el).
Namun, Hakim Tunggal Cepi Iskandar menolak rekaman itu diputar di persidangan karena akan melanggar asas praduga tak bersalah. "Ya sebenarnya kalau dengan melihat rekaman itu pasti banget, yang ngomong siapa, kemudian yang diomongkan apa," kata Agus.
Namun, ia mengaku tidak mengetahui pertimbangan hakim terkait ditolaknya rekaman itu diputar pada sidang praperadilan. "Saya tidak tahu pertimbangan hakim, karena hakim satu-satunya yang memimpin, dia yang mementukan," ujarnya.
Agus pun membenarkan bahwa rekaman itu terkait percakapan diduga Setya Novanto dengan beberapa pihak terkait proses pengadaan KTP-el. "Ya, pembicaraannya macam-macam. Sebetulnya kalau itu dibuka di praperadilan kemarin sangat bagus untuk kemudian bisa membuktikan kepada rakyat banyak," ucap Agus.
Selain itu, kata dia dalam rekaman itu juga terdapat bukti kuat KPK untuk menjerat Setya Novanto sebagai tersangka. "Salah satunya, kami punya bukti banyak sekali," tuturnya.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.