Selasa 26 Sep 2017 20:20 WIB

Wakil Ketua KPK: Penyelenggara Negara Tutup Hati dan Pikiran

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan kepada wartawan mengenai audisi Festival Lagu Suara Anti-korupsi, Jakarta, Jumat (11/8).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan kepada wartawan mengenai audisi Festival Lagu Suara Anti-korupsi, Jakarta, Jumat (11/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan para penyelenggara negara terutama para kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu faktornya adalah para penyelenggara negara tersebut sudah menutup hati dan pikiran mereka, dan merasa aman saat melancarkan aksinya.

"Banyak penyebab. Diantaranya, para pelaku tindak pidana korupsi ini menilai KPK tidak detail dan tidak paham sepak-terjang mereka. Itu terjadi karena mereka menutup hati dan pikirannya," katanya, Selasa (26/9).

Saut melanjutkan, bahkan korupsi tersebut sudah menjadi seperti tradisi. Sebagai salah satu contoh adalah penetapan tersangka terhadap Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Aryadi, bisa dibilang, politikus partai Golkar itu mewarisi ayahnya, Tubagus Aat yang juga terjerat kasus tindak pidana korupsi pada tahun 2012.

Saat itu Aat juga sama seperti Iman, menjabat sebagai Wali Kota Cilegon. Aat terjerat kasus korupsi pembangunan dermaga Kubangsari, Cilegon pada tahun 2012 yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 15,1 miliar. Atas kasus tersebut, Aat divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara, Aat dinyatakan bebas pada 2015 lalu dan meninggal dunia setahun kemudian.

Sementara Iman,ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengeluaran surat izin amdal pembangunan Transmartpada tahun 2017. Saat ini Iman mendekam di rumah tahanan KPK.

Saut pun menyayangkan, masih banyaknya penyelenggara negara yang tak jera melakukan tindak pidana korupsi. Padahal, tim pencegahan dari KPK sudah sering mengingatkan dengan menyambangi daerah tersebut.

"Di beberapa daerah yang OTT, bahkan sering staf Deputi Pencegahan ataupun pimpinan dan saya sudah dua kali sebelumnya berkunjung di daerah tersebut. Ironi memang," kata Saut.

Menurut Saut, KPK sebagai penuntut telah berupaya menuntut pelaku korupsi sesuai dengan UU Tipikor. Selanjutnya, hakim memutuskan sesuai pertimbangan kebijakan dan keyakinan yang dimilikinya. Sehingga, menurut Saut, salah satu cara membuat jera para koruptor adalah memperberat hukumannya. Untuk memperberat hukuman, pemerintah dalam hal ini harus merevisi UU Tipikor terlebih dahulu.

"Tuntutan kita sebagai mana pasal yang diterapkan sesuai UU kemudian Hakim menjatuhkan dan buat putusan sesuai pertimbangan kebijakan keyakinan yang dimilikinya. Kalau mau lebih keras ya UU Tipikor kita buat lebih tegas dan keras misalnya hukuman matinya tidak seperti syarat Pasal 2 UU Tipikor saat ini," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement