REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Tim dari Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Barat, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Padang, Dinas Kesehatran Sumatra Barat, dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatra Barat melakukan penyisiran terhadap sejumlah apotek dan sentra distribusi obat-obatan di Sumatra Barat selama dua pekan terakhir. Hasilnya, belum ditemukan adanya peredaran obat-obatan berbahaya jenis Paracetamol, Caffeine, dan Carisoprodol (PCC) di Sumatra Barat.
Seperti razia yang dilakukan pada Senin (25/9) di dua titik di Kota Padang, yakni Pasar Raya dan sentra penjualan obat Tarandam. Di kedua tempat tersebut, kepolisian dan BBPOM tidak menemukan adanya pil PCC. Sejumlah obat yang diamankan berupa obat-obat keras yang dijual bebas, obat kadaluarsa, dan beberapa jenis obat yang mengandung kafein. Obat yang sudah kadaluarsa ditemukan jenis Caffeine Anhydrous dan Decafil.
Wakil Direktur Narkoba Polda Sumbar AKBP Yulmar menjelaskan, kegiatan razia yang dilakukan hari ini menindaklanjuti arahan Kapolri tentang pengawasan obat-obatan berbahaya di daerah. Hal ini setelah mencuatnya kasus peredaran pil PCC yang menelan banyak korban.
"Razia hari ini, kami temukan jenis obat yang expired. Namun untuk PCC, di Padang belum ada. Sumatra Barat juga belum ada. Pengawasan melalui Polres di daerah terus dilakukan," ujar Yulmar usai memimpin razia di pertokoan obat Tarandam, Senin (25/9).
Meski belum ditemukan, lanjut Yulmar, kepolisian juga mengantisipasi peredaran obat-obatan jenis Dextro yang juga memberikan fungsi penenang. Meski biasa digunakan dalam obat batuk, namun kombinasinya dengan jenis obat lain juga dianggap membahayakan.
"Ini sejenis obat penenang atau obat batuk. Namun kalau dikonsumsi tidak sesuai dengan peruntukannya ya tidak boleh," ujar Yulmar.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Padang Antoni Asdi menambahkan, pihaknya akan memanggil pemilik apotek yang obat-obatnya diamankan sebagai tindak lanjut razia hari ini. Pamilik apotek diketahui masih menyediakan obat-obatan yang kadaluarsa. Sanski terberat yang bisa dibebankan kepada apotek, lanjutnya, adalah pencabutan izin usaha.
"Namun PCC sampai saat ini Sumbar belum kami temukan dan kami koordinasi dengan Polda dan Polres serta BNN dan Dinkes," katanya.
Antoni mengimbau masyarakat untuk membeli obat dengan resep resmi dari dokter. Selain itu ia juga meminta pihak apotek dan apoteker untuk menjalankan aturan bahwa obat-obatan keras hanya bisa dibeli dengan resep dokter.