Kamis 21 Sep 2017 00:51 WIB

KPK: Sidang Praperadilan Setnov Bukan Bahas Pokok Perkara

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agus Yulianto
Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi membawa poster bergambar Ketua DPR Setya Novanto ketika melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi membawa poster bergambar Ketua DPR Setya Novanto ketika melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengingatkan, bahwa sidang praperadilan hanya berada pada ranah formil dan tidak menyinggung soal materi pokok perkara. Pokok perkara hanya akam diuji di sidang tindak pidana korupsi.

"Penting kita ingatkan terus bahwa proses praperadilan ini hanya berada pada ranah formil saja. Jadi jangan sampai pada materi pokok perkara karena pokok perkara akan diuji pada proses persidangan tipikor," tutur dia di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/9).

Febri juga menyampaikan, KPK yakin bisa menjawab semua argumentasi tersebut di sidang lanjutan praperadilan berikutnya. "Pada hari Jumat nanti agenda persidangan berikutnya jawaban dari KPK. Jadi kami akan sampaikan secara gamblang seluas-luasnya sekuat-kuatnya jawaban dari praperadilan yang sedang kami hadapi," kata dia.

Rencananya, KPK akan menghadirkan sejumlah ahli dan bukti yang bakal diajukan di praperadilan. Di antaranya ahli hukum pidana materil, yang benar-benar sudah sangat memahami soal pidana dan hukum acara pidana tersebut. "Kemudian ahli hukum tata negara termasuk melihat terkait dengan aspek keuangan negaranya karena ada kerugian keuangan negara dari kasus ini," papar dia.

Sidang praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Setya Novanto kembali digelar pada hari ini, Rabu (20/9). Sidang hari ini beragendakan pembacaan permohonan praperadilan dari pihak pemohon yakni Setya Novanto melalui kuasa hukumnya.

Tim kuasa hukum Setnov di antaranya menyampaikan, bahwa penetapan kliennya tidak sah dan cacat hukum karena tidak memiliki kecukupan alat bukti dan tidak terlebih dulu melalui penyidikan serta tidak ada pemeriksaan saksi-saksi.

Alat bukti penetapan tersangka tersebut, menurut mereka, justru meminjam dari perkara yang sudah diputus yakni terdakwa Irman dan Sugiharto yang kini sudah menjadi terpidana. Bagi mereka, alat bukti yang digunakan dalam putusan perkara Irman dan Sugiharto itu tidak bisa digunakan untuk perkara yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement