Ahad 17 Sep 2017 14:34 WIB

Ini Kronologi OTT KPK Terhadap Wali Kota Batu

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan pers terkait OTT di gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/8).
Foto: ANTARA
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan pers terkait OTT di gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menjelaskan, kronologis operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko (ERP) pada Sabtu (16/9) kemarin.

KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaantindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek pengadaan meubelair di Pemerintah Kota (Pemkot) Batu tahun anggaran 2017. Selain Eddi Rumpoko, KPK juga menetapkanKepala Bagian Unit Layanan Pengaduan (ULP) Pemkot Batu Eddi Setiawan (EDS) dan pemilik Amarta Hills Hotel Filipus Djap (FHL) sebagai tersangka.

"Dalam ott tersebut KPK mengamankan lima orang, yakni Wali Kota Batu Eddy Rumpolo, Edi Setiawan kepala bagian ULP Kota Batu, Filipus Djap pengusaha, Zadim Efisiensi (ZE) kepala BKAD kota Batu dan Yunedi (Y) sopir Wali Kota Batu," ujar Laode di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (17/9).

Tim Satgas KPK memulai operasi tangkap tangan pada Sabtu (16/9) pukul 12.30 WIB, Filipus bertemu dengan Edi Setiawan di sebuah restoran hotel milik Filipus di kota Batu. Usai bertemu, keduanya kemudian menuju parkiran dan diduga saat itu terjadi penyerahan sejumlah uang Rp 100 juta dari Filipus kepada Eddi Setiawan.

Selang sekitar 30 menit kemudian diduga Filipus bergerak menuju rumah dinas Wali Kota Batu untuk menyerahkan uang sejumlah Rp 200 juta dalam pecahan Rp 50 ribu yang dibungkus kertas koran dalam tas kertas (paper bag).

"Tim KPK kemudian mengamankan keduanya bersama Y supir Walikota berserta uang Rp 200 juta. Ketiganya kemudian dibawa tim ke Polda Jatim untuk menjalani pemeriksaan awal," kata Laode.

Sementara tim lainnya, lanjut Laode, mengikuti Edi Setiawan dan mengamankan Edi Setiawan sekitar pukul 16.00 WIB di sebuah jalan di daerah Batu. Dari tangan Edi Setiawan diamankan uang Rp 100 juta yang dibungkus kertas koran dalam tas kertas (paper bag) yang sama seperti yang diberikan kepada Wali Kota Batu.

"Terpisah, tim KPK juga mengamankan ZE di rumahnya sekitar pukul 16.00 WIB. Tim kemudian membawa ZE ke Pemkot Batu untuk dilakukan pemeriksaan awal. Dan sekitar pukul 01.00 dini hari tim KPK bersama 3 orang yang diamankan yaitu ERP, FHL

dan EDS diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK," kata Laode.

Untuk kepentingan penyidikan, lanjut Laode, tim juga menyegel sejumlah ruangan di beberapa lokasi yakni ruang kerja Wali Kota Batu, ruang ULP, ruangan kepala BKAD dan ruangan lainnya di Pemkot Batu serta beberapa ruangan di kantor Filipus.

Laode menambahkan, diduga dalam pemberian uang terkait fee 10 persen untuk Wali Kota dari proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu Tahun Anggaran 2017 yang dimenangkan PT DP dengan nilai proyek Rp 5,26 miliar. Diduga peruntukan untuk Wali Kota Batu uang tunai Rp 200 juta dari total fee Rp 500 juta.

"Sementara Rp 300 juta dipotong Filipus untuk melunasi mobil Alphard Wali Kota," terang Laode. Sedangkan, Rp 100 juta diduga juga diberikan kepada Edi Setiawan sebagai fee untuk panitia pengadaan.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Filipus disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eddy Rumpoko dan Eddi Setyawa. disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement