Ahad 17 Sep 2017 14:21 WIB

KPK Tetapkan Wali Kota Batu Tersangka Kasus Suap

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Batu, Jawa Timur, Batu Eddy Rumpoko (ERP) sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek pengadaan meubelair di Pemerintah Kota (Pemkot) Batu tahun anggaran 2017.

Selain Eddy, KPK juga menetapan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Bagian Unit Layanan Pengaduan (ULP) Pemkot Batu Eddi Setiawan (EDS) dan pemilik Amarta Hills Hotel Filipus Djap (FHL).

"Setelah melakukan pemeriksaan, KPK meningkatkan status tersangka terhadap terhadap tiga orang," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (17/9).

Sebelumnya, pada Sabtu (16/9) sore, tim satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan di kota Batu, sebanyak lima orang diamankan dalam operasi tangan tersebut.Dari operasi tangkap tangan tersebut, tim penyidikan KPK mengamankan uang sekitar Rp 300 juta rupiah. Uang Rp 200 juta diterima oleh Eddy Rumpoko sedangkan Rp 100 juta diberikan kepada Eddi Setiawan dari Filipus.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Filipus disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eddy Rumpoko dan Eddi Setyawa. disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement