Kamis 14 Sep 2017 20:46 WIB

Ini Modus Suap Bupati Batubara

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan menjelaskan modus yang dilakukan oleh Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain dalam kasus suap pembangunan infrastrukfur di Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017. Untuk mengelabui aparat penegak hukum, OK Arta menggunakan rekening pengusaha dealer mobil di Petisah, Kota Medan, Sujendi Tarsono (STR), sebagai penadah. 

Ketika sedang membutuhkan uang, OK Arya akan meminta Sujendi untuk menyerahkannya kepada pihak tertentu. "Semua dana ini disetorkan ke STR (Sujendi Tarsono). Kalau pada saat tertentu Bupati OKA (OK Arya Zulkarnaen) membutuhkan (uang tersebut, dia telepon kemudian diberikan nanti diinformasikan kepada STR 'kamu kirim ke si A sekian," tutur dia di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9).

Basaria menuturkan, seperti pada Selasa (12/9) kemarin, OK Arya meminta STR menyiapkan uang sebesar Rp 250 juta. Uang ini diambil oleh seorang swasta bernama Khairil Anwar (KHA) di dealer mobil milik Sujendi di daerah Kota Medan, pada Rabu (13/9).

Setelah mengambil uang tersebut, KHA memasukannya ke sebuah kantong plastik berwarna hitam. Tim Satgas KPK yang mendapat informasi mengenai transaksi ini bergegas mengikuti pergerakan KHA dan mengamankannya di sebuah jalan yang akan menuju Amplas.

Di dalam mobil tersebut, tim Satgas KPK menyita uang tunai sebesar Rp 250 juta yang sebelumnya diambil KHA di dealer STR. "Pada tanggal 13 September, saat dilakukan OTT, (penyerahan uang itu) adalah perintah dari Bupati. Dia tidak pegang uang sendiri, tapi pengepulnya STR," ungkap Basaria.

KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus suap pembangunan infrastrukfur di Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017. Mereka adalah OK Arya Zulkarnain (OK), Sujendi Tarsonoswasta (STR) dan Helman Herdady (HH) Kepala Dinas PUPR Pemkab Batubara sebagai penerima suap. Sementara pemberi suap yaitu Maringan Situmorang (MAS) kontraktor dan Syaiful Azhar (SAZ) kontraktor.

Dalam operasi tangkap tangan tersebut, tim satgas KPK juga mengamankan sejumlah uang sebesar Rp 346 juta. Uang tersebut diduga sebagian dari fee proyek untuk OK terkait beberapa pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017.

Terdapat tiga proyek, dua di antaranya pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT GMJ dan proyek pembangunan Jembatan Seimagung senilai Rp 12 miliar yang dimenangkan PT T.

Dari dua proyek tersebut disepakati fee sebanyak Rp 4,4 miliar. Satu proyek lainnya adalahbetonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2 miliar dengan kesepakatan fee sebesar Rp 400 juta.

Sebagai pihak yang diduga pemberi MAS dan SAZ, disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima, OK, STR dan HH disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah. 

Padahal, diketahui atau patut diduga, hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Dengan hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement