Jumat 08 Sep 2017 15:40 WIB

Marak OTT Terhadap Hakim, MA: Pembinaan Sudah Dilakukan

Penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang hasil OTT Hakim Tipikor Bengkulu saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang hasil OTT Hakim Tipikor Bengkulu saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menegaskan, selama ini MA sudah sangat ketat dalam melakukan pembinaan terhadap hakim. Abdullah mengatakan, hal ini dalam menanggapi tudingan yang menyebutkan, maraknya operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) terhadap aparatur pengadilan menjadi bukti bahwa pembinaan hakim oleh MA tidak berjalan dengan baik.

"Itu tidak benar karena pembinaan yang dilakukan oleh MA mulai dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga di lingkup MA sendiri, sudah dilakukan sedemikian ketat," kata Abdullah di Gedung MA Jakarta, Jumat (8/9).

Menurut Abdullah, peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh MA dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan hakim sudah sangat ketat. "Mulai dari perekrutan, pembinaan, pengawasan, hingga pengaduan masyarakat, semua dijalankan dengan baik," kata Abdullah.

Semakin banyak tertangkapnya aparatur pengadilan yang tertangkap tangan, diyakini Abdullah, akan menjadikan lingkup MA menjadi semakin bersih. "Oleh sebab itu kami membuka diri dan tetap berkoordinasi dengan KPK, kami juga mendapat pelatihan dari KPK, untuk melaporkan tindakan yang mengarah pada pidana korupsi atau suap kepada KPK," kata Abdullah.

Sebelumnya Komisi Yudisial (KY) melalui juru bicaranya Farid Wajdi menyatakan harapannya supaya MA dapat membenahi sistem pembinaan hakim. Mengingat, maraknya hakim dan panitera yang terlibat kasus penyuapan dan korupsi.

Farid kemudian memaparkan bahwa pada 2016, berdasarkan catatan KY, terdapat 28 orang aparat pengadilan (hakim, panitera dan pegawai lainnya) yang juga terkena OTT KPK. "Sebulan kemarin panitera pengganti di PN Jaksel juga kena OTT KPK," kata Farid.

KY menilai data-data tersebut menunjukkan, kasus korupsi atau penyuapan yang menyeret aparat penegak hukum bukan lagi persoalan oknum, melainkan, menurutnya, ada sistem pembinaan yang tidak berjalan di MA. Farid mengatakan, kondisi ini membuktikan, sistem pengawasan MA terhadap sekitar 7.600 orang hakim dan 22.000 aparatur pengadilan serta 840 pengadilan, tidak berjalan dengan baik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement