Kamis 07 Sep 2017 16:57 WIB

Pengamat: Banyak Mudharat Kalau Terima Ajakan Duterte

Rep: Mabruroh / Red: Ratna Puspita
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi
Foto: Ist
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan banyak mudharat kalau Indonesia menerima ajakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk membentuk pasukan khusus anti-Indonesia. 

"Saya pribadi tidak setuju, kenapa? Karena ancaman terorisme di setiap negara kan berbeda," ujar Muradi saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (7/9).

Muradi menjalankan ada tiga hal yang perlu dipahami terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menerima ajakan Duterte. Pertama, dia menerangkan, apakah Indonesia dan Filipina memiliki persepsi yang sama mengenai ancaman terorisme. 

Dia menerangkan, Indonesia menganggap terorisme sebagai kriminal luar biasa sehingga melakukan pendekatan hukum untuk mengatasinya. Sedangkan di Filipina, dia menuturkan, terorisme dianggap sebagai ancaman keamanan nasional yang mengancam teritorial dengan kejahatan luar biasa.

"Jangan salah sasaran, karena kalau sudah bicara persepsi negara terhadap ancaman terorisme itu akan berkaitan dengan respons negara," ujar dia. 

Kedua, dia menerangkan, apa yang diusulkan oleh Duterte adalah gagasan membentuk pasukan khusus. Ini merupakan pertama kali ada usulan seperti ini. Sebelumnya, belum pernah ada usulan membentuk pasukan khusus. 

Namun, dia berpendapat, masih ada kerja sama ASEAN dalam upaya pemberantasan terorisme ini. "Sejak ASEAN berdiri sampai hari, enggak ada pasukan yang sifatnya kolektif membangun model seperti yang Duterte usulkan. ASEAN tidak begitu,” kata dia. 

Selama ini, dia mengatakan, negara-negara ASEAN saling membantu keamanan negara lain sebagai supervisi. “Misalnya, Indonesia membantu Kamboja dulu pascaperang di Kamboja tapi tidak sebagai pasukan khusus yang bersifat intervensi," kata dia. 

Ketiga, Muradi menambahkan, seharusnya tidak perlu sampai dibentuk pasukan khusus antiterorisme karena masalah ini sudah bisa diselesaikan oleh ASEAN. ASEAN, dia menerangkan, memiliki kesepakatan terkait dengan kerja sama pencegahan dan pemberantasan terorisme di Asia tenggara.

"Saya kira itu menarik untuk bisa dijadikan pijakan oleh negara Asia Tenggara. Jadi, pendekatannya bukan pendekatan kekerasan atau yang sifatnya lebih fisik. Tapi,  lebih pada soal bagaimana melakukan pencegahan dan pemberantasan dalam bentuk yang sifatnya lebih konstruktif,” tutur Muradi.  

Duterte mengajak Indonesia dan Malaysia untuk bersama-sama membentuk pasukan khusus anti ISIS. Indonesia sendiri belum menangkapi ajakan tersebut alasannya karena harus dikaji terlebih dahulu oleh seluruh kementerian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement