Rabu 06 Sep 2017 12:42 WIB

Najwa Shihab Kritisi Penyebaran Hoaks dan Berita Dusta

Rep: Sri Handayani/ Red: Bilal Ramadhan
Duta Baca Indonesia, Najwa Shihab
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Duta Baca Indonesia, Najwa Shihab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembukaan IIBF tahun ini diwarnai dengan pemberian tiga penghargaan dan orasi ilmiah. Dalam kesempatan tersebut, mantan presenter dan jurnalis perempuan Najwa Shihab mengkritisi penyebaran hoaks dan berita dusta serta pentingnya membaca.

Pemenang penghargaan IKAPI untuk kategori Literacy Promotor ini mengawali orasinya dengan sebuah pertanyaan, "Di era digital masih perlukah kita membaca buku?". Duta Baca Indonesia dan Duta Pustaka Bergerak ini mengatakan, pada era digital seperti saat ini, media sosial dan aplikasi komunikasi telah mampu memberikan pasokan informasi-informasi terbaru.

Media sosial tak hanya menyebarkan berita yang dibuat oleh para penulis dan jurnalis, namun dapat memproduksi konten informasi itu sendiri. "Saya  tidak mengatakan dulu tidak ada hoaks. Hanya, banjir bandang virus hoaks dan berita dusta hanya bisa terjadi di era digital," kata dia, Rabu (6/9).

Di era ini, sangat sulit bagi rezim untuk menyensor informasi. Hanya negara dengan sistem tertutup seperti Korea Utara yang mampu. Demokrasi seperti yang dijalankan di Indonesia seyogianya menjadi anugerah terbesar dalam dunia digital.

Sayangnya, masa ini dibarengi dengan melubernya informasi instan yang sepotong-sepotong dan tergesa-gesa. "Kecepatan seakan menjadi hukum besi di era digital. Semua berlomba memproduksi informasi yang cepat. Jurnalis pun tetap hanyut dalam lomba kecepatan," kata dia.

Berita dibuat dengan mengandalkan kecepatan. Jika ada konfirmasi atau koreksi, penyajiannya dilakukan belakangan dan terpisah. Tak heran, informasi hadir secara fragmental atau kepingan-kepingan. Sulit mendapatkan laporan yang lengkap dan mendalam sesuai dengan konteks kejadian.

Membaca memang tak cukup untuk membendung gempuran hoaks. Namun, perempuan yang akrab dipanggil Nana ini percaya membaca akan melatih cara berpikir yang tidak sepotong-sepotong.

Seorang pembaca yang baik akan menunda mengambil simpulan sebelum mengetahui akhir dari sumber bacaan tersebut. Ia juga tidak mudah menghakimi. Seiring dengan bertambahnya jam terbang membaca buku, ia akan berhati-hati dalam menyerap informasi.

Membaca bukan hanya interaksi antara teks dan pembaca, namun juga semesta informasi. Itu bukan hanya aktivitas visual, melainkan juga dengan teks yang tersirat (invisible text), misalnya pengetahuan, pengalaman hidup, serta buku lain yang dibaca sebelumnya. Seorang pembaca bertransformasi menjadi pembuat makna.

Penghargaan tak hanya diberikan kepada Najwa Shihab. Ada pula dua kategori lain. Buku Happy Little Soul karya Retno Hening menyabet penghargaan sebagai Book of the Year, sementara Pidi Baiq dianugerahi sebagai Writer of the Year.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement