Selasa 05 Sep 2017 06:10 WIB

ICW: KPK Harus Ajukan Banding Atas Vonis Terhadap Patrialis

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
  Terdakwa kasus dugaan suap judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar menjalani sidang dengan agenda mendengarkan vonis Hakim di Pengadilan Tripikor, Jakarta, Senin(4/9).
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa kasus dugaan suap judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar menjalani sidang dengan agenda mendengarkan vonis Hakim di Pengadilan Tripikor, Jakarta, Senin(4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Laola Ester mendesak agar Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terkait vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor terhadap Patrialis Akbar. Mantan Hakim Konstitusi itu divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara dalam kasus suap impor daging.

"Kami minta Jaksa KPK banding, kami mendorong KPK banding supaya minimun pemidanaan hampir sama dengan tuntutan Jaksa," tegas Lalola saat dihubungi, Senin (4/9).

Menurut Lalola, yang harus diperhatikan oleh Majelis Hakim selain unsur keterpenuhan unsur pasal adalah posisi Patrialis sebagai Hakim Konstitusi yang dapat menjadi salah satu pertimbangan memberatkan, meskipun misalnya Majelis Hakim menganggap Patrialis kooperatif selama persidangan. Namun, menurutnya beban moril yang harus diemban oleh Patrialis sebagai Hakim Konstitusi harus lebih besar.

"Beban moril harusnya lebih besar apalagi dia posisinya hakim MK . karena keputusan hakim MK itu kalau sudah putus itu sama mengikatnya dengan UU, karena dia kan mengeluarkan norma hukum. Jadi dalam konteks itu. hukuman patrialis lebih berat makanya kami mendorong KPK mengajukan banding," terang Lalola.

Sementara itu juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, sikap KPK dapatdilihat dari tuntutan yang Jaksa KPK ajukan. Dalam persidangan Jaksa KPK masih akan berpikir dalam waktu sepekan apakah akan mengajukan banding.

"Saya kira putusan sudah dijatuhkan hakim. Sikap KPK tentu dilihat dari tuntutan yang diajukan," ujar Febri.

Febri melanjutkan, jikalau ada terdakwa yang setelah divonis bersalah, atau hukumannya dengan jangka waktu tertentu merasa keberatan maka KPK juga akan siap menghadapinya.

"Tentu terdakwa bisa mengajukan upaya hukum lain seperti banding. Kami akan hadapi hal tersebut," ucap Febri.

Adapun selain hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider penjara 3 bulan, majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan yakni uang pengganti, Patrialis wajib membayar uang pengganti sebesar 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, jumlah tersebut merupakan jumlah suap yang ia terima.

Sebelumnya Jaksa Penuntut KPK menuntut Patrialis dengan tuntutan 12,5 tahun penjara.Majelis Hakim menilai Patrialis terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny. Patrialis dan orang dekatnya Kamaludin menerima 50.000 dollar AS, dan Rp 4 juta.

Keduanya juga dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar oleh Basuki. Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan pihak swasta bernama Kamaludin yang merupakan orang kepercayaan Patrialis.

Adapun, dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai perbuatan Patrialis tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan yang dilakukan Patrialis juga telah menciderai lembaga Mahkamah Konstitusi. Sementara hal yang meringankan adalah Patrialis berlakusopan selama pemeriksaan di persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.

Atas perbuatannya, Patrialis dijerat pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement