Kamis 31 Aug 2017 21:33 WIB

UU Sistem Peradilan Anak Perlu Diuji

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bayu Hermawan
Palu hakim (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Palu hakim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) mengajukan permohonan Pengujian Undang-Undang Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SSPA) ke Mahkamah Konstitusi pada hari ini (31/08).

PJI menilai, Pasal 99 UU SSPA bertentangan dengan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kabid Penyelenggara Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan pada Badiklat Kejaksaan RI, Yudi Kristiana, mengatakan PJI sedang melakukan judicial review terhadap pasal tersebut.

"Pasal ini mengacam Jaksa dengan pidana, saat melakukan tugas profesinya. Dimana hal ini  bertentangan dengan konstitusi Indonesia, karena telah dibuat dan dirumuskan secara tidak adil," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/8) siang.

Pasal 99 UU SPPA dapat mengkriminalisasi jaksa atas adanya kesalahan administrasi didalam wewenangnya sebagai penuntut umum perkara anak. Pasal ini, pada dasarnya telah dibuat secara bertentangan dengan konsep negara hukum yang menjamin keadilan bagi setiap warganegaranya.

Kemudian, Pasal 99 tersebut tidak mencerminkan keadilan, karena telah dibuat tidak sesuai dengan asas-asas dan teori-teori dalam pembentukan hukum pidana. Seharusnya apabila jaksa melakukan kesalahan melanggar hukum acara dalam menjalankan tugas profesinya, maka sanksi yang diberikan adalah sanksi admnistatif bukan pemidanaan.

"Bahwa ancaman sanksi pidana atas tindakan yang bersifat maladministrasi, merupakan pelanggaran terhadap asas proporsionalitas dan ultimum remidium yang melingkupi pengaturan norma pidana, yang dibuat dengan itikad baik dan berbasis kepada kebijakan dan nilai," jelas Yudi.

Apabila ada pelanggaran yang dilakukan jaksa, maka langkah yang tepat adalah melakukan praperadilan dengan tuntutan pemulihan nama baik, dan meminta ganti rugi, bukan mempidanakan jaksa karena salah menjalankan profesinya.

Sebelumnya, pada 24 Oktober 2012, para hakim yang berada dibawah organisasi profesinya yakni Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), melalui para pengurusnya, mengajukan permohonan uji materiil terhadap pasal-pasal yang dianggap merugikan hak konstitusional hakim sebagai penegak hukum.

Dan pada 28 Maret 2013, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi membacakan putusannya yang mengabulkan permohonan tersebut dan menyatakan Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA, yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga menyatakan pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Berdasarkan pengalaman IKAHI maka sudah seharusnya Mahkamah Konstitusi juga mengabulkan permohonan PJI untuk seluruhnya, serta menyatakan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tutur mantan Jaksa KPK itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement