Selasa 29 Aug 2017 17:42 WIB

Tolak Ojek Daring, Pengelola Angkot Padang Janji Tak Lakukan Sweeping

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Bentrok Ojek Online dengan Angkot
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Bentrok Ojek Online dengan Angkot

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pengelola angkutan kota (angkot) di Kota Padang, Sumatra Barat berjanji untuk menjaga stabilitas keamanan meski menolak aktivitas ojek daring di kotanya. Perwakilan Koperasi Siteba, Yanheri, yang sempat melakukan dialog dengan DPRD Kota Padang menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan sweeping terhadap pengemudi ojek daring seperti yang sempat terjadi sebelumnya.

"Kami nggak akan sweeping-sweeping. Pihak terkait yang akan melakukan penertiban," ujarnya, Selasa (29/8).

Jawaban Yanheri ini menyusul pertemuan tertutup antara perusahaan pengelola angkot, Dinas Perhubungan Kota Padang, dan DPRD Padang. Dalam pertemuan tersebut, DPRD Padang menilai bahwa operasional ojek daring ilegal. Alasannya, belum ada landasan hukum yang jelas mengatur operasional ojek daring di daerah, termasuk Padang.

Wakil Ketua DPRD Padang Wahyu IP menilai, keberadaan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang ojek daring pun menjadi tak jelas setelah Mahkamah Agung (MA) mengugurkan beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

"Saya katakan taksi online belum ada satupun yang atur. Mereka tidak sah di sini. Saya minta kepada Dishub yang tindak. Kenapa demikian, MA pun telah kalahkan aturan Permenhub," jelas Wahyu di Kantor DPRD Kota Padang, Senin (28/8) kemarin.

Wahyu juga menilai, kebutuhan akan keberadaan ojek daring saat ini belum mendesak di Padang. Ia mendorong pemerintah kota untuk fokus melakukan pembenahan infrastruktur transportasi yang sudah ada termasuk keberadaan angkutan kota (angkot).

"Dan kami melihat kondisi di padang memang belum diperlukan online di Padang. Kalau demikian hentikan," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang Dedi Henidal menyebutkan bahwa pemerintah daerah akan tetap menunggu kebijakan dari pusat terkait penataan dan pengaturan ojek daring. Menurutnya, pembatalan sejumlah pasal dalam Permenhub tentang ojek daring oleh MA membuat kebijakan did aerah harus kembali mengacu pada aturan yang sedang disusun pusat.

"Makanya kementerian carikan jalan apa langkah selanjutnya. Kami masih menunggu," katanya.

Dedi mengakui bahwa keberadaan ojek daring tidak menyumbangkan pendapatan langsung kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Padang. Namun, ia meminta bahwa polemik soal ojek daring ini tetap mengacu pada aturan yang sedang dimasak.

"Kami akan minta petunjuk dari pimpinan dan saya tak bisa putuskan legal atau ilegal. Namun kalau disahkan Permen 26 sih jelas aturannya," ujar Dedi.

Perlawanan pengelola dan pengemudi angkot sebetulnya bukan semata soal keberadaan ojek daring. Namun, aksi mogok yang kemarin terjadi juga disebabkan konflik soal tender pengelolaan 10 unit bus Trans-Padang baru yang dimenangkan oleh PT ABG, kompetitor pengusaha angkot yang juga ikut tender.

Pengusaha angkot di Padang menginginkan 10 unit bus Trans-Padang dikelola oleh pengusaha angkot. Tujuannya sederhana, agar pengusaha angkot tetap bertahan di tengah kompetisi layanan transportasi umum. Pengusaha berdalih bahwa sejak Trans-Padang dan ojek daring mulai masuk ke Padang, pendapatan mereka merosot hingga 50 persen.

Tuntutan para pengusaha angkot ini akhirnya diiyakan oleh Dinas Perhubungan Padang. Seluruh 10 unit bus Trans-Padang yang baru disetop operasinya hingga Rabu (30/8) besok. Hingga besok, seluruh pihak yang berkepentingan akan merembuk jalan keluar pengelolaan 10 bus Trans-Padang.

"Untuk sementara ada kesepakatan antara pemenang tender dan pengusaha angkot untuk menyelesaikan. Untuk sementara Trans-Padang tadi disetop 3 hari," kata Fauzen koordinator aksi mogok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement