Sabtu 30 Jun 2018 05:15 WIB

Kepala Daerah Harus Mewujudkan Janji Kampanye Terkait Ojol

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak memasukkan ojek online (ojol) sebagai angkutan umum

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
 Pengemudi ojek online melintasi Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (18/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pengemudi ojek online melintasi Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat menilai pengaturan ojek online (ojol) kepada Pemerintah Daerah (Pemda) adalah hal yang tepat. Penyelenggaraan ojek online dapat diatur oleh pemda untuk sementara waktu baik wilayah operasi maupun jam operasinya.

"Kepala daerah harus mulai memikirkan ini bukan sekedar janji saat kampanye, tetapi segera diwujudkan," ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno melalui siaran pers, Jumat (29/6).

Menurutnya, pemda seharusnya memberi layanan transportasi umum yang terintegrasi dan menggapai setiap kawasan pemukiman dan perumahan. Ia menjelaskan, kehadiran layanan angkutan berbasis teknologi telah menjadi alternatif kendaraan idaman bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di perkotaan termasuk ojol, yang dianggap sebagai transportasi yang efektif dan efisien. Publik menganggap murah dan mudah memperolehnya.

Dalam perkembangnnya sudah membuat wajah kota semakin tidak tertata lalu lintasnya. Parkir sembarangan, trotoar digunakan sebagai jalur mobilitas dan parkir, melawan arus sudah menjadi kebiasan, handphone ditaroh di atas dashboard (pelanggaran lalu lintas) yang membahayakan bagi pengemudi dan penumpang.

Selain itu, mengemudi sambil menggunakan earphone juga membahayakan. "Terutama ketika melewati perlintasan sebidang tidak dijaga, tidak mengetahui ada kereta yang akan lewat," katanya.

Pada prinsipnya, sepeda motor dapat digunakan untuk mengangkut orang dan barang. Sepeda motor untuk angkut barang sudah berlangsung lama. Pengiriman surat (melalui Pos) atau dari beberapa rumah makan sudah menggunakan sepeda motor, seperti KCF, Mie Gajah Mada, CFC.

Dalam perkembangannya tidak hanya barang yang diangkut, tetapi orang. Hal tersebut memunculkan adanya ojek pangkalan (opang). Dengan kemajuan teknologi, transportasi online bukan hanya menyasar roda empat, juga roda dua. Sepeda motor dapat mengangkut orang, namun bukan sebagai angkutan umum.

"Dalam kondisi transisi seperti sekarang, ojek masih dapat beroperasi dalam wilayah yang terbatas. Bukan harus beroperasi hingga di jalan-jalan utama dalam kota, seperti yang terjadi sekarang di banyak kota di Indonesia," kata dia.

Data Korlantas Polri menunjukkan keterlibatan sepeda motor dari keseluruhan kecelakaan tahun 2015 sebesar 70 persen, tahun 2016 (71 persen) dan pada 2017 (71 persen). Salah satu alasan kenapa ojek tidak dianggap sebagai angkutan umum, sebenarnya, sepeda motor di Indonesia sudah menjadi monster kematian di jalan raya.

Ia menambahkan, Bangkok adalah kota yang dapat mengatur keberadaan ojek. "Ojek dibolehkan beroperasi di jalan kolektor atau penghubung, ada seragam berwarna oranye, terdaftar dan diawasi pengoperasiannya," ujarnya.

Di Beijing, Shanghai dan kota besar di Cina juga terdapat ojek sepeda motor, namun tidak selaris di Indonesia. Sebab, layanan jaringan angkutan umum sudah bisa menyasar hingga kawasan permukiman dan tarifnya murah.

"Naik bus 1 yuan (setara Rp 2.000), menggunakan kereta 2 yuan atau setara Rp 4 ribu. Inilah yang menjadi tantangan para kepala daerah untuk segera bangkit membangun transportasi umum di daerah masing-masing yang kian terpuruk," paparnya.

Ia pun meminta pemerintah untuk tidak terlalu lama membiarkan bisnis ojek online angkut orang. "Orang bepergian harus dilindungi dengan layanan transportasi umum yang humanis," tegasnya.

Lagipula, ia melanjutkan, pengemudi ojek online bukan profesi menjanjikan, hanya untuk sementara. Jam kerja dan cara poin yang ada telah membuat pengemudi ojek online bekerja tidak mengenal waktu (rata-rata lebih dari delapan jam sehari) dan tidak ada waktu libur.

"Jika sakit dan mendapat bantuan BPJS, negara juga yang merugi. Jadi sebenarnya usaha ojek sepeda motor mengangkut orang harus segera dihentikan," ujar Djoko.

Ia menyarankan ojek online dialihkan ke bisnis angkutan umum yang lebih layak. Karena itu, menurutnya, negara harus hadir melindungi ojek online bukan membiarkan menjadi bahan bulan-bulanan aplikator perusahaan online seolah memberi lapangan pekerjaan dan mengatasi pengangguran.

"Sebenarnya pilihan bajaj untuk angkutan umum lingkungan lebih tepat. Bajaj memiliki kapasitas lebih besar, serta terlindungi dari terik matahari dan air hujan," kata pria yang juga peneliti Lab Transportasi dan Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement