REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti aturan moda transportasi yang tidak selaras antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Perhubungan sehingga terjadi dualisme aturan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta.
Dalam diskusi daring, Selasa (14/4), anggota Tim Pengkajian dan Penelitan Covid-19 Komnas HAM Brian Azeri mengatakan ketidakselarasan terdapat dalam pengaturan ojek daring membawa penumpang. Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), angkutan roda dua berbasis aplikasi hanya diperbolehkan untuk mengangkut barang dan makanan.
Sementara pengendara sepeda motor masih tetap diperbolehkan berboncengan selama PSBB, dengan syarat pengendara dan penumpang satu alamat. Di satu sisi, aturan Kementerian Perhubungan mengizinkan pengemudi ojek daring untuk mengangkut penumpang dalam kondisi tertentu.
Brian menilai aturan yang tidak selaras itu membuat PSBB kurang efektif dan menyulitkan Tim Penegakan Hukum Terpadu dalam menjalankan tugas. "Perlu adanya keselarasan antara kebijakan pemerintah, baik Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah," kata Brian Azeri.
Selain ojek daring, persoalan juga terdapat pada pengguna kereta Jabodetabek yang masih berkerumun, baik untuk memasuki stasiun maupun kereta, di berbagai stasiun selama PSBB dilakukan. Komnas HAM mencatat pelanggaran karena ketidakpatuhan masyarakat lain, di antaranya masih melaksanakan ibadah di tempat ibadah dengan tidak memperhatikan jarak aman sosial dan tidak memakai masker untuk mencegah penyebaran Covid-19.