REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menanggapi pernyataan Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo agar lembaga antikorupsi itu fokus pada kasus-kasus besar. Febri mengatakan penyidik KPK justru sekarang ini sedang menangani kasus-kasus besar seperti kasus korupsi KTP-Elektronik (KTP-El) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Tidak seperti Bambang yang menyebut kasus korupsi KTP-Elektronik bukan sebagai kasus besar, KPK menganggap kasus korupsi KTP-Elektronik sebagai kasus besar. "Untuk KTP-elektronik dan kasus terkait enam orang tersangka sudah kita proses, termasuk sejumlah anggota DPR, birokrasi di level tertinggi di kementerian dan swasta. Bahkan kasus ini masih terus berjalan," kata Febri kepada Republika, Ahad (27/8).
Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) KPK itu, besar atau kecil sebuah kasus dapat dilihat dari berbagai aspek. Tidak hanya aspek nilai kerugian negara atau besaran suap, kasus besar juga harus dilihat dari level orang yang terlibat dan akibat korupsi itu secara langsung bagi masyarakat.
Dia mencontohkan, KPK memandang kasus KTP-Elektronik terkait langsung dengan kepentingan seluruh warga negara Indonesia, yang menurut undang-undang wajib memiliki tanda pengenal untuk pembenahan administrasi kependudukan. "Jadi mari kita kawal bersama kasus ini," kata dia.
Terkait kasus BLBI yang merugikan negara hingga trilunan rupiah dan sulit untuk diungkap, Febri menyatakan, KPK sangat serius melakukan penyidikan. Bambang juga menyebutkan kasus lain yakni Century dan mangkraknya 34 proyek pembangkit listrik berkapasitas 627,8 Megawatt (MW) yang dibangun sejak 2007.
Febri mengatakan KPK hanya bisa bertindak ketika ada bukti kuat yang bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan. Dia menambahkan KPK berpatokan pada UU 30/2000 tentang KPK, terutama Pasal 11, dalam menjalankan kewenangannya.
Aturan tersebut menyebutkan dalam melaksanakan tugas, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terkait tiga hal. Pertama, melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Kedua, mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. Ketiga, menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. “Itu adalah hasil pembahasan Pemerintah dan DPR yg kemudian menjadi tugas KPK utk menerapkannya,” kata Febri.
Febri menambahkan, KPK percaya secara kelembagaan Komisi III DPR bersedia mendukung kerja-kerja KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. "Kami ucapkan terimakasih atas perhatian dari Ketua Komisi III. Tentu ini akan kami cermati. Harapan kami, KPK didukung dalam menuntaskan kasus KTP-elektronik ini," katanya.
Sebelumnya, Bambang mengatakan kasus KTP-El yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu bukanlah kasus terbesar yang pernah ditangani oleh KPK. Politikus Patai Golkar ini menyebutkan angka kerugian negara dalam kasus korupsi KTP-El lebih kecil jika dibandingkan kasus Bank Century.
Dia pun menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kasus Century merugikan negara mencapai Rp 7,4 triliun. Namun, pengusutan kasus itu belum tuntas. Hal serupa terjadi pada penanganan kasus BLBI.
Selain kasus Bank Century dan BLBI, Bambang mengatakan, ada juga kasus besar lain yang belum mendapatkan respons signifikan dari institusi penegak hukum, khususnya KPK. “Kasus besar itu adalah mangkraknya 34 proyek pembangkit listrik berkapasitas 627,8 Megawatt (MW) yang dibangun sejak 2007.”