REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Persusuan Nasional meminta industri pengolahan susu menyerap produksi sekaligus mendorong peningkatan kualitas susu sapi perah lokal. Langkah ini diperlukan agar kuantitas sapi perah di dalam negeri tidak terus berkurang.
Dewan juga meminta pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden untuk memperkuat Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penyediaan dan Peredaran Susu dan Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian Tentang Industri Susu yang sedang disusun.
Ketua Dewan Persusuan Nasional, Teguh Boediyana, mengatakan kendati masih harus diperkuat dengan aturan yang lebih tinggi, Peraturan Menteri Pertanian tersebut mewajibkan industri pengolahan bermitra dengan peternak untuk menyerap susu segar dalam negeri. Hal ini dipercaya akan mampu mendorong bisnis persusuan domestik untuk lebih bergairah.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 terbit pada 17 Juli 2017. Pasal 23 Peraturan ini secara tegas mewajibkan pelaku usaha melakukan kemitraan dengan peternak melalui pemanfaatan susu segar dalam negeri dan atau promosi secara saling menguntungkan.
Teguh menjelaskan saat ini produksi susu dari peternak lokal hanya sebesar 18 persen dari total kebutuhan nasional 4,45 juta ton per tahun.
"Sekitar 82 persen kebutuhan susu dipenuhi dengan impor," kata Teguh di Jakarta.
Tidak adanya kewajiban menyerap produksi susu lokal menjadi salah satu penyebab kemunduran sektor peternakan sapi perah di Indonesia. Kewajiban ini dicabut pada 1998 menyusul penandatanganan Letter of Intent Dana Moneter Internasional (IMF).
Padahal, sampai tahun 1985 pemerintah Indonesia mewajibkan industri pengolahan susu menyerap produksi peternak sapi perah lokal. Kewajiban inilah yang membuat bisnis persusuan di Indonesia kala itu bergairah. Bahkan, sampai era 1990-an, produksi peternak sapi lokal mampu memenuhi hingga 50% kebutuhan susu nasional.
Menurut Teguh, kewajiban industri menyerap susu lokal dan upaya meningkatkan kualitasnya akan menciptakan persamaan hak dan kewajiban di antara semua pihak. Selama ini, industri pengolahan susu terbagi menjadi dua jenis yaitu mereka yang menyerap susu peternak lokal dan mereka yang hanya mengemas ulang susu impor.
Kewajiban ini akan membuat seluruh industri pengolahan susu memiliki posisi yang setara. Aturan tersebut juga akan meminimalkan jumlah industri pengolahan yang hanya mengemas susu impor. "Kalau dilakukan perbaikan peternak sapi perah akan terjadi," kata Teguh.
Data Gabungan Koperasi Susu Seluruh Indonesia (GKSI) mencatat dalam empat tahun terakhir jumlah populasi sapi perah di Indonesia terus turun. Sampai 2016, jumlah populasi sapi tercatat 291.183 ekor, jauh berkurang dibandingka 2013 sebanyak 438.745 ekor.
Angka ini juga sejalan dengan penurunan jumlah peternak di Indonesia. Pada 2016, jumlah peternak yang tergabung dalam koperasi mencapai 96.355 orang, turun dibandingkan 2013 sebanyak 102.726 orang.
Sementata Ketua GKSI, Dedi Setiadi, menambahkan kemitraan dengan industri pengolahan susu akan sangat membantu kelangsungan hidup para peternak sapi perah lokal. Selama ini, para peternak sapi memasok susu untuk berbagai kebutuhan olahan seperti yogurt, susu kental manis, es krim, mentega, keju, dan lain-lain.
Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir, menyatakan pemerintah mendorong pelaku usaha lokal meningkatkan produksi susu.
"Besarnya kebutuhan susu menjadi peluang bagi produsen susu yang tergabung di dalam koperasi," kata Abdul.
Ia berharap, minimal produksi setiap koperasi sebesar 30 ton per hari, sehingga mampu mencapai target pemenuhan susu dari produksi dalam negeri sebesar 30 persen pada 2019.