Rabu 23 Aug 2017 23:00 WIB

KPK Dalami Aset Dua Tersangka Kasus Kemendes-BPK

Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait penetapan tersangka baru kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait penetapan tersangka baru kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kepemilikan aset dua tersangka tindak pidana korupsi suap terhadap pejabat BPK RI terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016.

Dua tersangka itu, yakni Rochmadi Saptogiri (RSG) selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI dan Ali Sadli (ALS) selaku Kepala Sub Auditorat III B pada Auditorat Utama Keuangan Negara III BPK RI.

"Jadi, kami sudah mulai masuk ke sana untuk melihat lebih jauh konstruksi besar atau rangkaian besar dari kasus ini karena keseimbangan kekayaan dengan penghasilan sah seperti diatur di UU Tindak Pidana Korupsi, itu juga menjadi salah satu informasi penting yang kami gali," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Rabu.

Terkait kasus tersebut, mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan mantan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan suap terhadap pejabat BPK RI terkait dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebesar Rp240 juta.

"Bahwa terdakwa Sugito bersama-sama dengan Jarot Budi Prabowo memberi sesuatu berupa uang tunai secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp240 juta kepada Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI melalui Ali Sadli selaku Kepala Sub Auditorat III B pada Auditorat Utama Keuangan Negara III BPK RI," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri saat membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Sugito dan Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Rabu (16/8).

Jaksa Ali menceritakan bahwa pemberian dilakukan dengan maksud agar Rochmadi Saptogiri menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016 dengan objek pemeriksaan adalah di Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Selanjutnya, kata Jaksa Ali, pada 27 April 2017 Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli beserta tim pemeriksa pada Rapat Badan BPK memarkan temuan pemeriksaan atas laporan keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016 dalam rangka pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2016 di mana hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016 diusulkan opini WTP.

Kemudian, pada akhir April 2017 bertempat di ruang Sekjen Kantor Kemendes PDTT di Kalibata, Jakarta Selatan, terdakwa dan Anwar Sanusi selaku Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT bertemu dengan Choril Anam Ketua Sub Tim 1 Pemeriksa BPK atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016.

"Dalam pertemuan tersebut Choirul Anam menginformasikan bahwa pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016 akan memperoleh opini WTP dan menyarankan agar Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan "itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya", kemudian Anwar Sanusi menanyakan berapa nominal perhatian yang harus diberikan dan Choirul Anam menjawab "sekitar Rp250 juta"," ucap Jaksa Ali.

Atas saran Choirul Anam, kemudian Anwar Sanusi meminta terdakwa Sugito agar memenuhinya dengan mengatakan "tolong diupayakan".

"Selanjutnya, terdakwa menyanggupinya dengan cara akan berkoordinasi dengan para Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen), Sekretaris Badan (Sesbadan), Sekretarus Inspektorat Jenderal (Sesitjen), dan Karo Keuangan dan BMN di lingkungan Kemendes PDTT," kata Jaksa Ali.

Jaksa Ali mengungkapkan bahwa dalam rangka memenuhi kesepakatan pemberian uang untuk mendapatkan opini WTP atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016, pada awal Mei 2017 bertempat di ruang rapat Irjen Kemendes PDTT, terdakwa Sugito atas sepengetahuan Anwar Sanusi mengumpulkan para Sesditjen, Sesbadan. Sesitjen serta Karo Keuangan dan BMN.

"Pada kesempatan itu, terdakwa meminta adanya "atensi atau perhatian" dari seluruh Unit Kerja Eselon I (UKE I) kepada tim pemeriksa BPK berupa pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp200 juta sampai dengan Rp300 juta," tuturnya.

Setelah itu, oleh karena terdakwa ada acara lain maka terdakwa memerintahkan Uled Nefo selaku Sesitjen dan Ekatmawati selaku Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (Kabiro Keuangan dan BMN) Kemendes PDTT untuk melanjutkan rapat tersebut yang dihadiri pula oleh Jarot Budi Prabowo selaku Kepala Bagian TU dan Keuangan Itjen mewakili terdakwa.

"Dalam forum rapat tersebut disepakati bahwa uang yang akan diberikan kepada Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli akan ditanggung oleh sembilan UKE I dengan besaran uang sesuai kemampuan dari masing-masing UKE I sedangkan untuk pengumpulan uang tersebut disepakati akan disetorkan kepada Jarot Budi Prabowo," ucap Jaksa Ali.

Ia mengatakan pada 10 Mei 2017 Sugito menerima laporan dari Jarot Budi Prabowo terkait jumlah yang yang telah dikumpulkan sebesar Rp200 juta kemudian Sugito mengarahkan Jarot Budi Prabowo untuk menyerahkan uang tersebit kepada Rochmadi Saptogiri melalui Ali Sadli di kantor BPK RI.

"Pada 26 Mei 2017, terdakwa kembali meminta Jarot Budi Prabowo untuk menyerahkan sisa uang kepada Ali Sadli sebesar Rp40 juta yang mana uang tersebut merupakan setoran dari UKE I Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Kemendes PDTT sebesar Rp35 juta dan Rp5 juta lagi berasal dari uang pribadi Jarot Budi Prabowo," kata Jaksa Ali.

Sugito dan Jarot didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement