Rabu 23 Aug 2017 21:26 WIB

KPK Harus Telusuri Seluruh Perkara yang Ditangani Panitera PN Jaksel

PN Jaksel
PN Jaksel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Bung Karno (UBK) Azmi Syahputra menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menelusuri semua perkara penting yang ditangani oleh panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tarmizi.

"Semestinya KPK harus menelusuri semua perkara penting yang ditangani panitera tersebut. Bisa jadi ini bukan pertama kalinya dilakukan panitera tersebut," katanya di Jakarta, Rabu (23/8).

Ia menjelaskan fungsi panitera itu menjadi satu kesatuan dengan organ suatu majelis hakim, panitera yang bertugas membantu hakim dengan mencatat jalannya persidangan.

Fungsi panitera ini penting karena dapat menjadi pintu masuk untuk kepentingan majelis dalam arti positif maupun negatif. Jika arti negatif seperti kasus OTT oleh KPK ini, katanya. Seharusnya, kata dia, seorang panitera harus objektif tidak boleh memihak apalagi sampai tertangkap tangan menerima uang.

"Dua saja kemungkinannya, ia jadi tumbal atau panitera tersebut memang punya integritas yang tidak baik," katanya.

Tarmizi ditangkap tangan oleh KPK karena menerima suap perkara perdata antara PT Eastern Jason Fabricatin Service (EJFS) dengan PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI).

Perkara lainnya yang saat ini ditangani oleh yang bersangkutan, perkara mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (GDE) Samsudin Warsa terkait kasus penipuan terhadap PT Bumigas Energi.

Samsudin Warsa dijerat dengan Pasal 372 atau 378 KUHP terkait kontrak kerja pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng dan Patuha senilai Rp4,5 triliun.

Samsudin Warsa dalam tuntutan jaksa penuntut umum dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sesuai Pasal 378 KUHP namun jaksa hanya menuntut dengan enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

Kuasa hukum PT Bumigas Energi, Bambang Siswanto, menyatakan kekhawatirannya dengan adanya OTT KPK terhadap panitera yang juga menangani perkara kasus penipuan yang dialami kliennya itu, dipengaruhi oleh adanya permainan.

Geo Dipa ini merupakan perusahaan besar, mereka merasa sangat berkepentingan agar Samsudin Warsa bebas dari hukuman, katanya.

Pasalnya, kata dia, Geo Dipa tentunya memerlukan pendanaan. "Jika mantan Dirut Geo Dipa dinyatakan bersalah maka akan berpengaruh pada pendanaan," tandasnya.

KPK juga telah menahan Tarmizi bersama dua tersangka lainnya terkait kasus tersebut untuk 20 hari pertama.

Tarmizi ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur sedangkan dua tersangka lainnya, Akhmad Zaini (AKZ) selaku kuasa hukum PT ADI ditahan di Polres Jakarta Timur dan Yunus Nafik (YN) selaku Direktur Utama PT ADI ditahan di Polres Jakarta Pusat.

KPK menetapkan tiga tersangka dugaan suap terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait putusan perkara perdata antara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) dan EJFS, Pte, Ltd.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, AKZ dan YN disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, TMZ disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement