REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy, mengungkapkan kekhawatiran adanya potensi jutaan calon pemilih baru untuk Pilkada 2018 tidak bisa melakukan rekam data KTP-el. Hal ini disebabkan persoalan teknis dan permasalahan terkait kasus korupsi KTP-el.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU dan Bawaslu pada Rabu (23/8), Komisi II mengingatkan adanya potensi terhentinya proses rekam data KTP-el. "Karena persoalan yang ada di internal (pengadaan) KTP-el itu. Ini terkait dengan saksi kunci yang meninggal dan ada tagihan kepada Indonesia yang tidak mungkin dibayar. Selain itu juga ada persoalan teknis bahwa perekaman data KTP-el itu ada batasnya," ungkap Lukman kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (23/8).
Terkait dengan batas perekaman data KTP-el pada pada perangkat lunak (software), Lukman mengingatkan jika ada kemungkinan jutaan pemilih tidak bisa melakukan rekam data. Kondisi ini, kata dia, menyasar anal-anak muda (pemilih pemula) yang baru berusia 17 tahun pada akhir Agustus.
"Ancaman di akhir bulan ini adalah KTP-el tidak bisa direkam. Kalau soal pencetakan (bagi calon pemilih Pilkada 2018) kita bisa antisipasi sesuai aturan UU Pilkada, yakni dengan mengeluarkan surat keterangan (suket) dari Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Nah, kalau persoalan tidak bisa direkam ini kami belum tahu jawabannya," tambah Lukman.
Ditemui terpisah, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri, Suhajar Diantoro, mengatakan hingga saat ini proses rekam data KTP-el sudah mencapai 94,31 persen dari keseluruhan jumlah wajib rekam data. Dengan demikian, ada sekitar 5,8 persen yang belum melakukan rekam data KTP-el.
"Yang sudah melakukan rekam data sejumlah lebih dari 174 juta, sementara itu masih ada lebih dari 10 juta wajib KTP-el yang belum melakukan rekam data," ungkap Suhajar.