REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo meminta agar dugaan adanya pertemuan tujuh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pihaknya dibawa ke ranah hukum untuk diusut. Bambang beralasan tudingan yang disebut Miryam S Haryani tidak cukup kalau hanya diusut di ranah komite etik internal lembaga anti rasuah tersebut.
"Tudingan adanya tujuh penyidik KPK yang bertemu dengan anggota Komisi III DPR dan permintaan uang pengamanan Rp 2 miliar itu harus segera di bawa ke ranah hukum dan tidak cukup di selesaikan di ranah komite etik internal KPK," tegas politikus Partai Golkar, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/8).
Bambang mengatakan, dalam Undang-Undang KPK sangat jelas diatur. Jika benar ada penyidik menemui pihak pihak terkait perkara dalam penanganan perkara, tindakan tersebut adalah pidana. Karena setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Menurut Bambang, tudingan itu merupakan persoalan hukum serius. Apalagi menyangkut integritas KPK dan DPR RI, dan Ini bukan delik aduan. Jadi, Polri harus segera melakukan penyelidikan dan memeriksa para pihak yang mengungkapkan hal itu dalam rekaman di pengadilan. "Apakah itu fakta atau hanya rekayasa tanpa fakta hukum yang hanya bertujuan untuk ingin menarget pihak-pihak tertentu," tambahnya.
Untuk pemeriksaan, Bambang mengatakan, bisa dimulai dari pemutaran rekaman secara utuh tanpa potongan atau editan dan pengecekan soal keaslian rekaman tersebut di Labotarium Forensik Mabes Polri. Sehingga dari sana nanti akan jelas tergambar siapa bicara apa dan dalam nada apa.
Paralel dengan itu Polri bisa melakukan pemeriksaan. Bambang mengatakan, pertama terhadap Miryam sebagai orang yang meyebut nama anggota Komisi III yang mengaku bertemu tujuh penyidik KPK dan meminta uang pengamanan Rp 2 miliar. Kedua, melakukan pemeriksaan terhadap penyidik KPK yang memeriksa Miryam untuk mengkonfirmasi isi rekaman CCTV tersebut karena banyak kalimat-kalimat tidak jelas dan mutu rekaman jelek.
Apakah nama-nama itu keluar dari mulut Miryam atau keluar dari mulut penyidik. "Ketiga, Polri harus memanggil dan segera memeriksa anggota Komisi III DPR RI yang mengaku bertemu dengan tujuh penyidik KPK dan melakukan konfrontir dengan penyidik KPK yang dituding bertemu dan meminta uang pengamanan Rp 2 miliar tersebut," pintanya.
Kemudian keempat, Polri harus segera mengumumkan hasil pemeriksaan dan penyelidikan tersebut ke publik. Apakah tudingan itu benar atau hanya isapan jempol dan fitnah. Jika tudingan itu tidak benar dan fitnah, Polri harus meningkatkannya ke penyidikan. Baik terhadap Miryam, anggota DPR RI yang mengaku bertemu tujuh penyidik KPK maupun penyidik yang memeriksa Miryam karena adanya dugaan rekayasa dan kesaksian palsu di pengadilan.
Selanjutnya, jika tudingan itu benar, maka Polri harus meningkatkan status saksi terhadap anggota Komisi III DPR dan tujuh penyidik dan pegawai KPK tersebut. Mereka harus dijadikan sebagai tersangka dan dilanjutkan proses hukumnya ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku.
"Tapi jujur, saya ragu dengan tudingan adanya tujuh penyidik KPK menemui anggota komisi III. Karena itu hanyalah pengakuan sepihak dengan mengutip ucapan pihak lain dan belum menjadi bukti hukum. Apa yg disampaikan Miryam dalam rekaman tersebut, bukanlah sesuatu yg dialami, dilihat dan didengar sendiri secara langsung oleh dirinya sebagai saksi," ujar dia.