Selasa 15 Aug 2017 20:45 WIB

KPK Periksa Lima Saksi Pengadaan Helikopter AW-101

Helikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (9/2).
Foto: Republika/Pool/Widodo S Jusuf
Helikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima orang dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.

"Kami juga melakukan pemeriksaan dalam dua hari ini untuk kasus pengadaan helikopter AW. Koordinasi yang kami lakukan dengan POM TNI itu cukup intensif," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/8).

Febri mengatakan pemeriksaan itu dilakukan di Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, bersama dengan POM TNI. "Penyidik mendalami lebih lanjut bagaimana sebenarnya proses penunjukan pihak vendor dalam hal ini pembelian atau pengadaan helikopter," kata dia.

Menurut Febri, ada proses-proses yang diduga tentu terdapat unsur melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait pengadaan tersebut. "Kami dalami itu dari sejumlah anggota TNI dan juga pejabat perwira di TNI, kami lakukan pemeriksaan setelah berkoordinasi dengan pihak POM TNI," ucap Febri.

Santrawan T Paparang selaku kuasa hukum Marsekal Pertama TNI Fachry Adami menilai proses penyidikan kasus pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU cacat hukum karena belum ada pernyataan resmi BPK sebagai lembaga audit terkait adanya kerugian negara. "Dasar hukumnya jelas yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016 yang mengatakan bahwa lembaga yang diberikan kewenangan untuk menyatakan kerugian negara adalah BPK," ujar dia dalam keterangan resmi. 

Menurut dia, karena kasus ini unsur dan elemen tindak pidana korupsinya tidak ada, sudah selayaknya penyidikan perkara ini oleh KPK dan POM TNI wajib demi hukum segera dihentikan. Surat Edaran MA ini menjadi acuan supaya seragam untuk menentukan kerugian negara. 

Dia mengingatkan perkara korupsi adalah extra ordinary crime sehingga yang dikedepankan adalah aspek kerugian negaranya. "Sekarang, ketika belum ada audit dari BPK, lantas bagaimana kita menentukan bahwa ada tindak korupsi di sana? Dan lagi, dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi kerugian negara wajib sudah ada terlebih dahulu. Ini makanya kami sebutkan laporan Panglima TNI ke KPK cacat adalah hukum," kata dia. 

Marsekal Pertama Fachry Adami adalah salah satu tersangka yang ditetapkan dalam penyidikan kasus ini. Ia menambahkan, cacat hukumnya laporan tersebut merembet pada hal-hal yang lain yaitu penentuan tersangka dan berita acara pemeriksaan saksi serta berita acara penyidikkan sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum.

"Patut diduga bahwa pelaporan ini adalah sesuatu yang tergesa-gesa, terkesan sudah dikondisikan dan terlalu dipaksakan. Pertanyaan selanjutnya adalah ada apa dengan pelaporan Panglima TNI ini? Ini menjadi pertanyaan serius kami," tuturnya.

Sebelumnya, Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga menetapkan satu tersangka baru dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.

"Hari ini, kami menetapkan satu tersangka dari anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan yang secara administrasi bertanggung jawab terhadap proses pengadaan barang dan jasa dalam hal ini adalah pesawat helikopter AW-101," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal TNI Dodik Wijanarko saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, pada 16 Juni lalu. 

Dalam kesempatan sama, KPK juga menetapkan satu orang tersangka baru dari unsur swasta dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 itu. "KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh (IKS) sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers.

Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017. "Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar," kata Basaria.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement