Rabu 09 Aug 2017 18:25 WIB

JK: Kita tidak Ingin Menciptakan Bangsa yang Kerdil

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sambutan ketika pembukaan Indonesia Development Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bersama Australian Department of Foreign Affair and Trade, di Jakarta, Rabu (9/8).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sambutan ketika pembukaan Indonesia Development Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bersama Australian Department of Foreign Affair and Trade, di Jakarta, Rabu (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) memimpin rapat pleno untuk menangani masalah stunting (anak kerdil). Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pda anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Menurut Jusuf Kalla, permasalahan stunting berpengaruh terhadap masa depan bangsa. Sebab, masa depan bangsa tergantung dari kelahiran bayi dan kesehatannya.

"Kita tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil, karenanya ini perlu diperbaiki," ujar Jusuf Kalla yang ditemui usai rapat di Kantor Wakil Presiden, Rabu (9/8).

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupan.

Tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan penurunan produktivitas.

Seperti diketahui berdasarkan data Riskesdas 2013 Kementerian Kesehatan, sekitar 37 persen atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting. Anak-anak dengan masalah stunting ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan lintas kelompok pendapatan.

Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.

Situasi ini jika tidak segera diatasi akan berpengaruh terhadap kinerja pembangunan Indonesia yang menyangkut pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan.

Indonesia berada pada kelompok negara-negara dengan kondisi stunting terburuk dengan kasus stunting pada balita dan anemia pada perempuan dewasa (WRA/Women of Reproductive Age) bersama 47 negara lainnya termasuk, Angola, Burkina Faso, Ghana, Haiti, Malawi, Nepal dan Timor-Leste.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, penanganan masalah stunting melibatkan 12 kementerian/lembaga yang akan membuat program percontohan di 100 kabupaten/kota. Menurutnya, masing-masing kementerian/lembaga sudah mempersiapkan anggaran yang akan digunakan untuk menangani permasalahan tersebut.

"Nanti digabung (anggarannya), totalnya bisa sampai Rp 60 triliun," kata Puan.

Progam percontohan itu akan dijalankan selama dua tahun yakni dari 2017-2019. Puan menjelaskan, pemerintah berupaya untuk mensinergikan semua program yang berkaitan dengan penanganan masalah stunting. Sebab, selama ini program tersebut berjalan masing-masing di setiap kementerian/lembaga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement