REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah korporasi yang terbukti terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) harus bisa dikenakan hukuman dengan tegas agar peristiwa asap yang membahayakan kesehatan dan keselamatan warga dapat diatasi.
"Penyebab kebakaran adalah banyaknya izin konsesi yang diberikan di atas lahan gambut, akibatnya pemegang konsesi mengeringkan gambut agar bisa dikelola dan membakarnya agar biaya operasional dapat ditekan seminim mungkin bahkan tanpa biaya," kata Direktur Eksekutif Walhi Daerah Sumatera Selatan Hadi Jatmiko dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dia juga mengkritik perintah tembak di tempat bagi pelaku pembakaran karena dinilai sebagai "menutup mata" atas akar persoalan masalah kebakaran hutan dan lahan di Sumsel.
Ia mengingatkan sejak awal Juli lalu, kebakaran hutan dan lahan telah terjadi di Aceh, Kalimantan Barat, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Menurut data BMKG per 6 Agustus 2017, daerah yang masih berpotensi terjadi kebakaran adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, dan Riau.
Data Pusat Analisis Situasi Siaga Bencana (PASTIGANA) hingga 6 Agustus 2017 terdapat 207 titik panas (hotspot) dengan kategori sedang, dan 75 titik panas dengan kategori tinggi di Indonesia.
Sebelumnya, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional Walhi, Fatilda Hasibuan mengingatkan bahwa pada kebakaran hutan yang terjadi pada 2015, berdasarkan catatan Walhi ada sebanyak 439 perusahaan yang terlibat pembakaran pada lima provinsi.
Dari ratusan perusahaan tersebut, lanjut Fatilda Hasibuan sebanyak 308 di antaranya merupakan perusahaan yang bergerak dalam komoditas sawit.
"Selain mengajak publik untuk tidak lupa pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, Walhi juga mengingatkan komitmen pemerintah dalam penanganan karhutla," paparnya.
Menurut dia komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang perizinan, penegakan hukum, pemulihan dan pengakuan wilayah kelola rakyat, merupakan hal yang harus segera dilakukan oleh kementerian terkait sebagai pembantu presiden.
Ia berpendapat meski berbagai kebijakan sudah dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi beragam upaya penegakan hukum yang telah dilakukan dinilai masih jauh menjangkau korporasi yang terkait dengan aktivitas kebakaran hutan dan lahan gambut.