Ahad 06 Aug 2017 22:04 WIB

Pengamat: Pemerintah Belum Berpihak ke Petani Garam

Petani memanen garam di lahan garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/7).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di lahan garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Pengamat Perikanan dan Kelautan di Sulawesi Tengah, Fadly Y Tantu menyatakan bahwa kebijakan pemerintah saat ini, belum berpihak kepada petani garam serta potensi pengembangan daerah untuk pengembangan produksi garam. 

"Seharusnya Sulawesi di bagian tengah ini menjadi daerah-daerah penghasil garam, menjadi pusat pengembangan garam," kata Fadli di Palu, Ahad (6/8). 

Dosen Universitas Tadulako (Untad) itu menegaskan keuntungan daerah tersebut karena posisinya sangat strategis berada pada pusat garis khatulistiwa, dengan intensitas panas matahari yang cukup tinggi. "Ini membantu proses penguapan dalam pembuatan garam dari air laut," ujar dia. 

Selain itu, kata dia, dengan wilayah yang sangat luas merupakan potensi pengembangan tambak garam saat ini karena didukung oleh daerah teluk yang bisa dijadikan tempat perluasan tambak-tambak garam. "Tetapi dukungan pemerintah masih sangat kurang, apalagi kebijakan keberpihakan kepada petani garam sangat dibutuhkan," ujarnya.

Menurut dia, pertanyaan yang sederhana yakni apakah pemerintah memiliki rencana strategis untuk pengembangan garam, dengan melihat potensi yang begitu besar tersebut. Padahal, kata dia, banyak daerah-daerah yang bisa dikembangkan seperti di sepanjang garis pantai kabupaten Donggala menuju Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Parigi Moutong hingga Kabupaten Banggai.

Fadly mencontohkan di Kota Palu, orang tua dahulu telah mengembangkan tambak garam di Teluk Palu, khususnya di sekitar Pantai Talise. Itu merupakan pemikiran yang sangat baik karena mereka telah memikirkan masa depan.

Namun upaya itu tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam menjaga kearifan lokal tersebut. Hal itu terlihat dengan pembangunan rumah toko di depan lokasi tambak garam masyarakat.

Kembali pertanyaan sederhana disampaikannya bahwa petani garam yang berada di lokasi itu siapa yang melindungi aktivitas mereka. Apakah ada informasi atau papan pengumumam misalnya, petani garam di lokasi itu dalam binaan instansi milik pemerintah.

"Jadi bisa disimpulkan dukungan pemerintah kepada petani garam masih sangat kurang," kata Fadly.

Terpisah, Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Soesatyo menyebut lahan menjadi kendala produksi garam di Indonesia. "Produksi garam memerlukan lahan luas. Di Australia banyak lahan. Kita susah cari lahan, kecuali di luar Pulau Jawa," katanya.

Ia berujar sudah banyak kementerian yang meneliti garam. Pun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mampu membuat garam farmasi.

Menurut dia, mengolah garam tidak sulit, tinggal menjemurnya. Namun yang menjadi masalah adalah area menjemur. Namun, ia tidak menjabarkan berapa area ideal untuk memproduksi garam. 

Apabila mengintervensi teknologi, bergantung pada ketertarikan investor. Selain itu, ia menyebut tidak banyak peneliti yang tertarik meneliti garam. Bambang mengatakan LIPI menargetkan penelitian garam tepat guna. Artinya, tidak mungkin Indonesia sebagai negara tropis harus mengimpor garam. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement