Senin 31 Jul 2017 22:16 WIB

Program Pengentasan Kemiskinan Anak Harus Inklusif

Seorang lelaki dari keluarga miskin mengangkut anak dan istrinya dengan gerobak di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Selasa (15/4). (foto: Raisan Al Farisi)
Seorang lelaki dari keluarga miskin mengangkut anak dan istrinya dengan gerobak di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Selasa (15/4). (foto: Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program pengentasan kemiskinan anak harus inklusif, atau menggapai berbagai dimensi, baik moneter maupun nonmoneter. Hal itu dinilai akan mempersiapkan anak untuk mempunyai kemampuan yang cukup untuk keluar dari kemiskinan dan tidak kembali masuk ke lingkar kemiskinan.

"Program pengentasan kemiskinan anak harus menjamah berbagai dimensi, moneter maupun nonmoneter, untuk mempersiapkan anak agar mempunyai kemampuan untuk menjadi 'alumni' penduduk miskin dan tidak pernah kembali miskin," kata pengamat ekonomi dan sosial Iswadi di Jakarta, Senin (31/7).

Anak-anak tersebut, menurut Iswadi, perlu diberi bekal yang cukup berupa pendidikan, jaminan kesehatan, tempat tinggal yang mendukung tumbuhkembang yang optimal, gizi seimbang, terbebas dari kekerasan, mendapat ASI eksklusif, akses terhadap air bersih, dan sanitasi yang layak.

"Selain itu, setiap anak harus dipastikan memiliki akte kelahiran karena itu merupakan hak dasar anak," kata Iswadi yang juga merupakan Kasubdit Analisis Statistik di Badan Pusat Statistik (BPS).

Ia pun menekankan pentingnya program pengentasan kemiskinan anak yang seharusnya menjadi sasaran utama dalam program pengurangan penduduk miskin. "Penduduk usia anak masih memiliki harapan hidup yang panjang dan jika kondisi mereka tidak segera diubah dari miskin menjadi tidak miskin, maka jumlah penduduk miskin akan sangat sulit dikurangi," jelas Iswadi.

Sampai saat ini, sisa penduduk miskin sudah mencapai angka 10 persen, katanya lebih lanjut. "Artinya, penduduk miskin yang masih ada merupakan penduduk yang benar-benar tidak berdaya dan sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Jika tidak dibantu dikeluarkan dari jerat kemiskinan, penduduk yang sekarang merupakan anak miskin akan tumbuh menjadi penduduk dewasa yang tetap miskin," ujarnya.

Hasil analisis BPS bersama salah satu badan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), UNICEF, menyatakan bahwa di tahun 2016, terdapat sebanyak 13,31 persen anak-anak yang jatuh dibawah golongan anak miskin, yang juga merupakan 40 persen dari jumlah total seluruh penduduk miskin.

"Kondisi ini sangat memprihatinkan karena tingkat Kedalaman Kemiskinannya cukup berada di angka 2,43, cukup jauh dibanding kemiskinan secara umum sebesar 1,83. Ini artinya anak miskin berada pada rumah tangga-rumah tangga dengan pengeluaran sangat jauh di bawah garis kemiskinan," paparnya.

Ia pun menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan harus menjamah tidak saja anak-anak miskin yang berada pada rumah tangga, tetapi juga anak-anak di luar ranah rumah tangga seperti anak jalanan dan anak yang tinggal di panti asuhan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement