Senin 31 Jul 2017 20:16 WIB

Presidential Threshold Bantu Capres

Deretan kursi kosong yang ditinggalkan anggota empat fraksi DPR yang melakukan walkout pada sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Deretan kursi kosong yang ditinggalkan anggota empat fraksi DPR yang melakukan walkout pada sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang berpendapat, pemberlakuan presidential threshold dalam Undang-Undang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU Pemilu) berguna bagi para calon presiden untuk mengukur diri dan mengatur strategi kemenangan.

"Dengan adanya presidential threshold, calon presiden dapat mengatur strategi, menemukan cara dalam membangun kekuatan untuk memenangkan pemilihan," kata dia, Senin (31/7). 

Dia mengemukakan hal itu terkait kontroversi seputar penetapan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Pihak yang kontra menuduh peraturan tersebut merupakan upaya membatasi calon presiden pada pemilu presiden mendatang. Presidential threshold yang telah ditetapkan di UU Pemilu pun masih menyisakan persoalan karena ada kekuatan politik parlemen yang hendak menggugat ke Mahakmah Konstitusi (MK). 

Ahmad Atang mengatakan, walaupun dalam pembahasan terdapat dinamika dan walk out dari fraksi yang tidak sepakat, sebuah UU setelah ditetapkan tetap harus diterima. Dalam sebuah negara demokrasi adalah suatu kewajaran bahwa keputusan politik tidak selalu memuaskan semua orang. 

Menurut dia, kecurigaan bahwa presidential threshold merupakan agenda terselubung untuk membatasi peluang figur tertentu yang akan mencalonkan diri terlalu berlebihan karena dibayangi oleh ketakutan yang bersangkutan. 

"Jika ingin jadi pemain politik di pilpres maka yang bersangkutan harus memperkuat basis dukungan, bukan menyalahkan undang-undangnya," kata dia.  

Partai yang mendukung sekalipun belum tentu mengambil keuntungan dari aturan itu karena mereka juga perlu berjuang mencapai 20 persen. "Jadi sama saja", kata Ahmad Atang. 

Artinya, menurut dia, justru dengan presidential threshold, para calon dapat mengukur diri seberapa besar tingkat penerimaan publik terhadap pencapresnnya, sehingga dapat mengatur strategi, dan menemukan membangun kekuatan. "Jadi bagi saya, penetapan presidential threshold tidak menguntungkan siapa-siapa, kecuali untuk membantu capres dalam membangun strategi politik," kata dia. 

Menurut dia, memboikot presidential threshold tidak membuat partai dan capres yang bersangkutan menjadi besar, dan tidak pula mengecilkan yang lain. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement