REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan saat ini ratusan warga negara asing (WNA) asal Cina dan Taiwan tengah dibawa dari Polda Bali dan Surabaya menuju Jakarta. Setelah dilakukan pemeriksaan selanjutnya akan diproses untuk segera dideportasi ke negara masing-masing.
"Mudah-mudahan terkumpul semuanya. Sudah itu kita akan serahkan kepada pihak Kepolisian RRC untuk dibawa ke RRC untuk deportasi," jelas Rikwanto di Mabes Polri Jakarta Selatan, Senin (31/7).
Rikwanto menerangkan proses hukum kepada 147 WNA tersebut akan dilakukan di negara masing-masing. Pasalnya penyelidikan sementara yang menjadi korban pemerasan pelaku ini adalah para pengusaha-pengusaha Cina dan Taiwan.
"Diproses hukum di Tiongkok, di negaranya," ucapnya.
Untuk diketahui Polri bersama Polda setempat melakukan penangkapan sejumlah WNA di berbagai daerah atas dugaan kasus pemerasan melalui alat komunikasi. 81 WNA asal Cina dan 10 WNA asal Taiwan diamankan di tiga lokasi di Surabaya.
Menyusul kemudian 17 WNA asal Cina dan 10 asal Taiwan dan empat WNI diamankan di Bali. Serta 27 WNA asal Cina diamankan di Pondok Indah, Jakarta.
Mereka adalah orang-orang dari Cina dan Taiwan yang sengaja datang ke Indonesia kemudian menyewa berbagai tempat di berbagai kota untuk melakukan kegiatan penipuan dan pemerasan. Laporan sementara, korbannyaadalah warga negara Cina.
"Jadi korban ini seolah-olah ada yang bermasalah dengan hukum dan akan dijerat, kemudian mereka mengaku sebagai Polisi sebagai Jaksa dan mencoba mencarikan solusi tentunya dengan imbalan," beber Rikwanto.
Beberapa korban sudah terpedaya oleh aksi sindikat penipuan ini. Mereka harus mengirimkan sejumlah uang ke rekening pelaku.
"Total kerugian dari kejahatan ini saat ini hampir mencapai enam triliun rupiah," kata Rikwanto.
Tentu saja jumlah tersebut sangat fantastis bila mengukur berdasarkan pengakuan pelaku yang memulai operasi pemerasan akhir 2016. Beruntung para korban segera melaporkan kepada kepolisian Republik Rakyat Cina (RRC) dan ditindak lanjuti dengan melakukan pendeteksian keberadaan pelaku yang ternyata berada di wilayah hukum Indonesia.
"Jadi mereka datang ke Indonesia, kita bantu dan akhirnya kita lakukan penangkapan di tiga tempat yang saya sebutkan sebelumnya. Yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bali," jelas dia.