Ahad 30 Jul 2017 06:38 WIB

'FTF Ancaman Riil Kawasan Asia Tenggara'

Kepala BNPT Suhardi Alius
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kepala BNPT Suhardi Alius

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) Komjen Suhardi Alius mengajak negara negara kawasan Asia Tenggara untuk untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman teroris asing pasca-operasi militer Filipina di Marawi terhadap kelompok bersenjata yang diduga berasal dari jaringan kelompok terorisme Islamic State Irak and Suriah (ISIS).

"Foreign Terrorist Fighters ( (FTF) merupakan ancaman riil di kawasan Asia Tenggara pada khususnya yang harus segera diselesaikan secara bersama," ujar Suhardi Alius di sela-sela acara acara pertemuan sub regional meeting Foreign Terrorist Fighters (FTF) and Cross Border Terrorism yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Hotel Four Points, Manado, Sabtu (29/7).

Dalam pertemuan yang juga dihadiri delegasi dari negara Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Australia dan Selandia Baru ini Kepala BNPT mengatakan bahwa di dalam pertemuan tersebut dirinya memberikan penguatan masukan mengenai apa yang sudah disampaikan Menkopolhukam Jenderal TNI (purn) Wiranto dan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi yang telah menggambarkan bagaimana langkah-langkah dari Indonesia dalam rangka merespons terkait kejadian di Marawi di pertemuan tersebut.

“Kami memberikan masukan baik itu dari sisi mengenai bagaimana hard approach-nya, menjaga perbatasannya, lalu juga sharing mengenai langkah-langkah yang kita laksanakan terkait dengan program deradikalisasi,  kontra radikalisasi dan juga bagian-bagian lain mengenai pemecahan masalah terorisme,” ujar alumni Akpol tahun 1985 ini.

Namun demikian, mantan Kabareksrim Polri ini mengatakan bahwa penguatan yang telah disampaikannya dalam pertemuan itu untuk semua lini. Karena dalam pertemuan ini delegasi Indonesia juga dihadiri oleh Mabes TNI, Kepolisan RI, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan juga Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK).  

“Dimana TNI dan Polri berbicara terkait hard approchnya, Kemkominfo terkait mem-banned media sosial yang ada konten-koten radikalnya, Kemenkum HAM terkait untuk memperkuat hukumnya, lalu ada juga PPATK terkait finance atau pendanaan jaringan teroris dan dari kita (BNPT) dengan program deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Semua lengkap kita lengkap dalam memerangi terorisme,” kata mantan Kapolda Jawa Barat ini.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement