REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali menilai, masih ada beberapa pihak yang masih salah paham dalam memaknai isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Padahal SARA adalah isu sensitif dan rentang menyebabkan perpecahan dan permusuhan.
"Saya melihat ada kesalah pahaman dalam memahami makna SARA itu sendiri. Seolah-olah penyebutan agama di kelompok yang ragam sudah dikategorikan SARA. Di sini saya menilai ada sensitifitas berlebihan yang menyebabkan terjadinya reaksi berlebihan terhadap isu SARA," kata Shamsi dalam keterangan pers diterima Republika.co.id, Kamis (27/7).
Menurutnya, SARA tidak dimaksudkan sekedar menyebutkan atau melibatkan isu agama, ras dan suku dalam sebuah diskusi atau pembicaraan. "Apakah SARA ketika saya membahas coto Makasar sebagai makanan khas Bugis Makassar? Tentu bukan. Justru sangat positif untuk mempromosikan makanan-makanan khas Nusantara yang kebetulan saja berasal dari daerah saya Makassar," ujarnya.
Ia menambahkan, SARA hanya terjadi ketika isu agama, ras atau suku itu dijadikan alat untuk menyerang, menjelekkan, menghina, merendahkan, dan yang semakna. Sebaliknya ketika agama, ras dan suku disebutkan tanpa tujuan menjelekkan atau menyerang orang lain, maka penyebutan atau pembicaraan itu tidak beralasan untuk dituduh sebagai SARA.
"Menyampaikan agama secara positif, tanpa bermaksud memburukkan agama dan pemeluk agama lain justru dalam pandangan saya positif," katanya menambahkan.
Menurutnya, kita hidup dalam dunia yang teracuni oleh materialisme dan sekularisme. Oleh karenanya menampilkan agama (Tuhan dan moralitas) adalah sesuatu yang positif.
"Dalam dunia yang didominasi oleh kekisruhan dan kekerasan, bukankah positif menyampaikan nilai-nilai agama masing-masing sebagai penyeimbang?," tulisnya.
Ali menganggap, alangkah indahnya ketika Islam ditampilkan dengan konsep perdamaian dan kasih sayang (rahmah). Agama Kristen dengan konsep cinta kasih (love). Agama Hindu dengan konsep tanpa kekerasan (non-violence). Budha dengan konsep menghormati lingkungan (environment). Demikian seterusnya, tanpa memburukkan atau menyerang agama dan pemeluk agama lain.