Kamis 27 Jul 2017 17:04 WIB

Mensos: Pendekatan Budaya Cegah Konflik Sosial

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ratna Puspita
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
Foto: ROL/Abdul Kodir
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pencegahan konflik sosial tidak sekadar menggunakan pendekatan keamanan dan pembangunan fisik. Menurut dia, pencegahan konflik juga perlu dengan pendekatan budaya. 

Melalui siaran pers yang diterima Republika, Khofifah mengatakan pendekatan budaya berarti mengedepankan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang dalam mencegah konflik membesar, dia mencontohkan, kegotong-royongan, kepedulian, menghormati perbedaan, dan toleransi. 

Karena itu, Mensos menerangkan, konsep baru Program Keserasian Sosial harus tetap menjaga nilai kearifan yang diwariskan leluhur bangsa. Hal itu dilakukan sekaligus merespon isu-isu aktual.

Isu-isu aktual ini, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri seperti radikalisme, terorisme, gerakan intoleran, dan politik adu domba. "Sehingga kewaspadaan masyarakat terhadap potensi konflik sosial yang bisa menganggu dan mengancam disintegrasi bangsa dapat ditingkatkan," kata Mensos ketika berpidato pada Rapat Koordinasi dan Bimbingan Teknis Keserasian Sosial Tahun 2017 di Mercure Hotel Convention Center Ancol, Jakarta, Kamis (27/7).

Kegiatan itu diikuti 400 orang dari dinas sosial provinsi, kabupaten, kota, dan pendamping/ketua Forum Keserasian Sosial. Khofifah menegaskan kembali tugas dan kewajiban mereka dalam menjaga harmoni kehidupan sosial di masing-masing daerah. Khofifah menuturkan tugas jajaran di Kemensos, termasuk di daerah, yakni membangun penguatan kembali bahwa keberagaman yang dimiliki bangsa ini tidak boleh dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri tanpa diakhiri keekaan. "Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika," kata dia. 

Ia menerangkan keberagaman dan kebinekaan harus diakhiri dnegan keekaan dan diikat dengan Pancasila. Ia menambahkan memahami dan meresapi makna keberagaman dan kebinekaan artinya mampu mengembalikan jati diri sebagai warga bangsa, satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air, yakni Indonesia. 

Khofifah pun menerangkan walaupun bersatu atas nama bangsa, jika keberagaman dan kebinekaan tidak dirawat maka persatuan itu bisa terurai dan tercerai-berai kembali. Dia pun menyebut hasil survei sejumlah lembaga, salah satunya Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang merilis bahwa 9,2 persen warga ingin NKRI berubah menjadi negara khilafah. 

Sebanyak 79,3 persen responden menyatakan bahwa NKRI adalah yang terbaik bagi Indonesia. Kemudian 11,5 persen lainnya responden mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

"Jumlah itu (9,3 persen) tidak sedikit. Karena itu, keberagaman dengan penuh harmoni ini harus dirawat, harus dijaga, harus terus dibangun supaya mendapatkan format tumbuh kembang dengan penuh keserasian sosial," ujar Khofifah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement