Senin 24 Jul 2017 17:30 WIB

MK Pertimbangkan Prioritas Penyelesaian Uji Materi UU Pemilu

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ilham Tirta
Mahkamah Konstitusi, ilustrasi
Mahkamah Konstitusi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan sejumlah faktor saat memproses uji materi Undang-undang (UU) Pemilu. Meski demikian, MK menyatakan tidak dapat mentargetkan jadwal penyelesaian proses uji materi UU Pemilu.

"Kalau soal prioritas, barangkali MK tidak bisa memprioritaskan satu perkara dan tidak memprioritaskan perkara lain. Namun, ada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan MK, seperti soal pemanfaatan dan urgensi dari UU Pemilu. Bahwa UU ini adalah landasan untuk Pemilu ya itu pasti akan menjadi pertimbangan," jelas Fajar kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (24/7).

Fajar menegaskan, semua perkara yang masuk ke MK tetap dijadikan skala prioritas untuk diproses. Terkait perkara yang menyoal UU Pemilu erat kaitannya dengan agenda ketatanegaraan. Dengan demikian, ada pemahaman bahwa kepastian hukum terhadap aturan itu tidak boleh terganggu.

"Semua penyelenggaraan pemilu bisa dilandaskan pada UU tersebut sampai kemudian keluar putusan MK, jadi tidak bisa sebelum ada putusan ada kepastian hukum," kata Fajar.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, jika MK tidak dapat mentargetkan masa penyelesaian uji materi UU Pemilu. Hal tersebut sepenuhnya menjadi ranah hakim konstitusi. "Itu betul-betul menjadi domain dalam rapat permusyawaratan hakim. Jika secara sosial politik ketatanegaraan menghendaki itu (cepat selesai), MK pasti akan mempertimbangkan. Tapi kalau dalam berapa bulan dan berapa pekan itu harus diputus, maka kami tak bisa perkirakan sebab dikhawatirkan putusan menjadi tidak berkualitas," kata Fajar.

Terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengatakan, pihaknya segera mengirim surat kepada MK untuk meminta prioritas penanganan uji materi UU Pemilu. Surat tersebut segera dilayangkan setelah UU Pemilu diundangkan pemerintah.

Menurut Arief, KPU tidak mungkin mempengaruhi, mengintervensi, dan memberikan pendapat mengenai putusan MK ke depannya. Arief menegaskan, bahwa KPU berharap putusan MK keluar lebih cepat. "Dengan begitu, KPU punya waktu cukup untuk persiapkan dan laksanakan apa saja yang menjadi putusan MK," katanya.

Pada Senin siang, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mendatangi Gedung MK untuk mengajukan uji materi pasal 222 UU Pemilu. Wakil Ketua ACTA, Hendarsam Marantoko mengatakan, pasal 222 UU Pemilu yang mensyaratkan parpol atau gabungan parpol pengusung calon presiden/wakil presiden harus memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu bertentangan dengan pasal 4, pasal 6a, pasal 28d ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement