Senin 24 Jul 2017 14:24 WIB

Pengamat: UU Pemilu Bisa Menuju Calon Tunggal Pilpres 2019

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Teguh Firmansyah
Deretan kursi kosong yang ditinggalkan anggota empat fraksi DPR yang melakukan walkout pada sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Deretan kursi kosong yang ditinggalkan anggota empat fraksi DPR yang melakukan walkout pada sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai UU Pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen bisa saja menjadi jalan menuju calon tunggal di Pilpres 2019.

Jika itu yang terjadi, bukan tidak mungkin akan membawa Indonesia menjadi negara dengan pemerintahan yang menindas hak pribadi (totaliter).

"Ini (presidential treshold 20 persen) jalan menuju calon tunggal, situasi itu bisa saja terjadi. Presiden tunggal itu hanya ada di negara-negara totaliter. Itu bukan demokrasi," kata Margarito saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/7).
 
Margarito kemudian menegaskan, disahkannya UU Pemilu dengan  presidential threshold 20 persen, sama saja Indonesia mendeklarasikan sebagai negara totaliter. Karena, tidak seharusnya UU mengisolasi orang-orang yang mempunyai mimpi mencalonkan diri sebagai presiden.
 
"Masa di tengah ini kita mengisolasi orang-orang untuk tidak boleh bermimpi menjadi calon presiden. Kalau begitu kita betul-betul mendeklarasikan negara ini totaliter. Kalau cuma ada calon tunggal," ucap Margarito.
 
Seperti diketahui, RUU Pemilu dengan presidential threshold 20 persen yang diajukan partai-partai kolaisi pemerintah disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto pada Jumat (21/7).
 
Sementara itu empat partai yakni Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS melakukan walkout dalam sidang paripurna tersebut lantaran tidak setuju dengan presidential threshold 20 persen.
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement