Selasa 18 Jul 2017 22:09 WIB

Pasutri Gugat Dokter Perkara Bayi Tabung

Bayi tabung (ilustrasi)
Foto: Foto : Mardiah
Bayi tabung (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pasangan istri berinisial TH dan ES, warga Mulyorejo, Surabaya menggugat dokter berinisial AG, yang juga pemilik sebuah klinik kesehatan terkenal di Surabaya, atas program bayi tabung berjenis kelamin lelaki yang dinilai gagal. "Klien kami menyetujui mengikuti program bayi tabung berjenis kelamin lelaki. Tapi nyatanya yang lahir perempuan," kata Kuasa Hukum TH dan ES, Eduard Rudy, dalam jumpa pers di Surabaya, Selasa (18/7).

Dia menjelaskan, program bayi tabung itu diikuti pasangan suami istri TH dan ES di klinik kesehatan milik dokter AG yang berlokasi di Jalan Irian Barat Surabaya pada tahun 2015. "Waktu itu dokter AG menyanggupi program bayi tabung jenis kelamin lelaki seperti yang diinginkan pasangan suami istri TH dan ES, dengan biaya senilai Rp 13 juta yang pembayarannya tercatat di atas kuitansi," katanya.

Eduard mengisahakan, kepastian kedua belah pihak yang kemudian menyepakati menjalani program bayi tabung berjenis kelamin lelaki itu setelah diperoleh hasil laboratorium berupa empat pilihan embrio bayi pada sebuah konsultasi yang berlangsung di bulan Mei 2015. "Waktu itu terdapat empat pilihan embiro, yaitu satu embrio lelaki, satu perempuan, satu tidak bagus, dan satu lagi rusak," ujarnya.

Karena pasangan TH dan ES telah memiliki anak perempuan, maka keduanya sepakat memilih embrio lelaki melalui program bayi tabung tersebut. Dokter AG pun menanamkan embrio bayi yang dipastikan berjenis kelamin lelaki di rahim ES.

Saat usia kandungan berjalan enam bulan, ES mengalami pendarahan. Eduard menyebut pada masa pendarahaan itu kliennya mengalami tiga kali kondisi kritis. "Pada masa pendarahan itulah diketahui janin yang dikandung ES melalui program bayi tabung tersebut berjenis kelamin perempuan, bukan lelaki seperti yang semula disanggupi AG," ucapnya.

Sejak itulah pasangan TH dan ES merasa dokter AG selalu menghindar setiap kali dimintai pertanggungjawaban atas kegagalan program bayi tabung yang semestinya berjenis kelamin lelaki. "Bahkan dokter AG tidak memberi rekomendasi dokter anak yang harus dituju saat klien saya meminta rujukan, mengingat kondisi kandungannya terus melemah," katanya.

Dokter AG, kata Eduard, justru berkeputusan melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan tersebut secara paksa dalam kondisi prematur yang akhirnya dijalani oleh ES. Setelah proses kelahiran, dokter AG sempat mengajukan upaya damai dengan memberikan uang senilai Rp 100 juta atas kegagalan program bayi tabung berjenis kelamin lelaki sebagaimana tertera dalam kesepakatan awal. Namun TH dan ES menolak upaya damai tersebut.

"Klien kami memilih menggugat ke Pengadilan Negeri Surabaya setelah mengetahui sidang kode etik dokter AG oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hanya digelar dalam waktu sehari dengan putusan tidak bersalah, yang dinilai menyalahi prosedur. Maka dalam gugatan ini IDI turut menjadi tergugat," katanya.

Eduard mengatakan, gugatan dengan nomor perkara 325/Pdt.G/2017/PN.Sby itu tadi pagi telah mulai direspon oleh Pengadilan Negeri Surabaya dengan menggelar mediasi antara pihak penggugat dan tergugat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement