REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta kasus pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke sungai di kawasan Rusunawa Romokalisari, Surabaya diusut tuntas oleh pihak kepolisian.
"Harus dicari, siapa pemilik limbah tersebut dan pabriknya di mana, kemudian apa motifnya membuang sembarangan di sungai," ujar Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf ketika dikonfirmasi wartawan di Surabaya, Sabtu (15/7).
Menurut dia, pengusutan harus dilakukan karena keberadaan limbah B3 yang dibuang sembarangan tersebut selain mencemari lingkungan, juga berdampak langsung bagi kesehatan warga. Bahkan, beberapa orang saat ini harus dirawat di rumah sakit.
Dia menerangkan pengusutan secara tuntas sangat penting karena saat ini Jatim dalam kondisi darurat limbah B3 dan butuh penyikapan sangat serius oleh semua pihak. "Terungkapnya pembuangan limbah cair sembarangan ini makin menegaskan bahwa limbah B3 ini ancaman serius yang harus dihadapi dengan tegas," ujar Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Apalagi, dia mengatakan, faktanya sampai saat ini belum semua industri di Jatim yang punya limbah mau melaporkan limbah yang diproduksinya ke Pemprov Jatim, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Orang nomor dua di Pemprov Jatim itu mencatat, volume limbah industri B3 di Jatim saat ini yang diolah baru sekitar 170 juta ton.
Dari jumlah itu, 130 juta ton berasal dari kompleks PLTU Paiton di Probolinggo yang diolah sendiri karena mereka punya tempat pengolahan limbah resmi dan berizin, sedangkan 40 juta ton sisanya berasal dari berbagai industri di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan daerah lain.
"Limbah 130 juta ton sendiri hanya berasal dari 180 perusahaan sesuai laporan yang melapor ke DLH. Padahal di Jatim jumlah industri kecil, menengah dan besar mencapai 800 ribu dengan potensi limbah yang dihasilkan diperkirakan di atas 300 juta ton," kata dia.
Karena itu, dia meminta tim dari DLH segera memastikan kandungan limbah cair yang dibuang di sungai kawasan Rusunawa Romokalisari, termasuk memastikan asal limbah yang disebut berupa oli bekas itu dari pabrik mana. "Itu penting dan sangat sensitif. Wong ngurusi limbah sendiri saja kita masih belum mampu. Apalagi limbah yang katanya dari luar negeri itu harus dicek kebenarannya. Karena data dari DLH, sampai hari ini belum ada impor oli bekas masuk ke Jatim," kata dia.
Untuk warga yang menjadi korban limbah cair B3, ia berharap diberi penanganan cepat dan perhatian sangat serius dengan biaya pengobatannya yang harus dibebaskan.