Kamis 13 Jul 2017 22:25 WIB

Kejahatan Anak dan Perempuan di Indonesia Capai 2.500 Kasus

  Aksi kampanye menentang kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak. ilustrasi   (Republika/ Tahta Aidilla)
Aksi kampanye menentang kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak. ilustrasi (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat sebanyak 2.500 kasus kejahatan perempuan dan anak yang dilaporkan pada semester II tahun 2016.

"Bahkan awal tahun 2017 diprediksi jumlahnya bertambah sehingga pemerintah termotivasi melakukan pendataan lagi secara nasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan agar kasus yang membuat merinding ini dapat diminimalisasi," kata Kepala Bidang Lembaga Profesi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rizkiyono di Pekanbaru, Riau, Kamis (13/7).

Ia mengungkapkan itu di sela sosialisasi isu gender dan pemenuhan gizi, hak anak dan keluarga melalui diskusi terpumpun bersama organisasi profesi, lembaga masyarakat, media dan dunia usaha diikuti puluhan peserta itu.

Menurut Rizkiyono, penyebab makin meningkatnya kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak antara lain lebih akibat belum maksimalnya keterlibatan semua pihak dalam menangani permasalahan sosial itu serta rendahnya kepedulian dari masyarakat.

Ia mencontohkan, dulu orang peduli terhadap anak tetangganya yang jatuh sebagai implementasi dari pembentukan tata krama yang dibangun oleh nenek moyang kita dahulu. Akan tetapi sekarang orang tidak peduli ketika ada anak-anak berkelahi karena bukan anggota keluarganya.

"Karena itu Presiden Jokowi mengajak bangsa ini agar kembali ke revolusi mental sembari mencari akar permasalahan terjadinya kasus-kasus kejahatan perempuan dan anak itu," katanya.

Ia menyebutkan, akar masalah atas kejahatan tersebut yang harus ditekan adalah stop kekerasan perempuan, stop perdagangan dan stop kesenjangan ekonomi.

"Namun memang masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga sehingga perlu kerja bareng antar instansi terkait dan partisipasi masyarakat yang juga sudah dimandatkan oleh undang-undang itu," katanya.

Ia menjelaskan, kerja bareng tersebut dikonkritkan dalam Forum PUSPA (Partisipasi Publik Untuk Sejahterakan Perempuan dan Anak) yang kini sudah terbentuk pada 12 provinsi tahun 2016 di antaranya di Provinsi Riau, Kaltim, Bali, NTB, Makasar, Sumbar dan Medan.

"Keberadaan Forum PUSPA ini akan dikembangkan lagi pada daerah lainnya yang berfungsi utama menggali akar persoalan kasus kejahatan anak dan perempuan itu berdasarkan faktor ekonomi, pendidikan anak, lingkungan yang melibatkan siapa saja termasuk bidang agama," katanya.

Kerja forum ini selama 5-6 bulan terus dimonitor agar dapat melakukan evaluasi sehingga berbagai upaya terus dilakukan dalam mempercepat penyelesaian kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak itu.

Dalam upaya yang sama, katanya lagi, pemerintah juga sudah membangun program Desa Prima, yakni pelibatan laki-laki dalam satu desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan anak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement