Kamis 13 Jul 2017 18:13 WIB

Masyarakat Jatim tak Ingin Ada Polarisasi Politik di Pilgub

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ratna Puspita
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Hasil suvei Surabaya Survey center (SSC) periode Juni 2017 mengungkap sebagian besar publik Jatim tidak menginginkan adanya polarisasi politik seperti yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta terjadi dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2018. Sebagian besar masyarakat Jatim menganggap polarisasi hanya akan menciptakan sesuasana permusuhan dan merusak kebersamaan di wilayah Jatim.

Hasil survei SSC tersebut menunjukkan warga Jatim pemilih yang  merasa tidak nyaman dengan polarisasi politik ala Pilgub DKI Jakarta sebanyak 83,40 persen. Sementara yang mengatakan biasa saja sebanyak 4,20 persen. Masyarakat yang menyatakan nyaman hanya 2,80 persen.

Direktur SSC Mochtar W Oetomo mengatakan, mayoritas publik jatim tidak menginginkan polarisasi Pilkada DKI terjadi pada Pilkada Jatim. "Persentasenya besar, ini //warning// dari masyarakat. Jadi jangan coba-coba," kata Mochtar kepada wartawan di Surabaya, Rabu (12/7).

Peneliti SSC Surokim menambahkan Pilkada Jakarta menjadi pembelajaran kepada masyarakat Jatim. "Adanya polarisasi konflik tidak membuat suasana menjadi baik dan juga sesuai dengan apa yang selama ini dikehendaki masyaraat Jatim yang rukun damai dan harmonis. Bisa dipahami kalau sebagian besar masyarakat jatim menolak dan tidak nyaman seperti yang terjadi di Pilkada Jakarta," kata Surokim menjelaskan.

Dari survei tersebut diketahui alasan warga Jatim tidak merasa nyaman dengan adanya polarisasi. Sebanyak 45,60 persen menganggap polarisasi bisa menciptakan suasana saling permusuhan. Sebanyak 38,20 persen menilai polarisasi politik bisa merusak persatuan dan kebersamaan. Sebanyak 10,80 persen menganggap membuat saling tidak percaya, dan sebanyak 5,40 persen membuat rakyat jadi korban kebohongan.

Menurut Surokim, data tersebut mengonfirmasi kepada semua orang kalau konflik di Jakarta membuat warga Jawa Timur merasa gerah dan tidak nyaman dengan polarisasi konflik pilkada. Warga Jatim menginginkan situasi kondusif dan minim konflik. "Pesan ini harus bisa ditangkap oleh para kandidat dan penyelenggara pemilu di Jatim," ujar dia.

Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Timur Kusnadi mengatakan, berdasarkan survei SSC sebenarnya mayoritas rakyat Jatim tidak menginginkan polarisasi. Karenanya PDIP belum mengangkat calon gubernur dari internal partai. "Karena itu, konteks Pilgub Jatim kita tidak mau menjadi penyulut munculnya polarisasi itu. Kalau kami mau memaksakan diri bisa saja," kata Kusnadi. 

Kusnadi mengaku setiap hari DPD PDIP Jatim berkomunikasi dengan parpol-parpol. "Bisa saja kami berkoalisi, kerjasama dan saya muncul sebagai cagub. Kalau saya boleh jujur, dua calon yang sudah digadang-gadang dari banyak survei sudah stagnan. Tapi KPU buka pendaftaran masih 7-10 Januari 2018 masih setengah tahun," kata dia. 

Survei SSC tersebut diselenggarakan pada 10-30 Juni 2017 meliputi 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Metode survei menggunakan multistage random sampling dengan mengambil 800 responden. Margin of error ditemukan 3,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Binti Sholikah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement