Kamis 13 Jul 2017 18:12 WIB

AMAN Tagih Keseriusan Pemerintah Realisasikan Janji Hutan Adat

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nidia Zuraya
Hutan Adat (ilustrasi)
Hutan Adat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendorong pemerintah untuk lebih serius merealisasikan janji mengenai hutan adat.

Peneliti hukum dari AMAN Arman Muhammad memaparkan, pemerintah sebenarnya memiliki komitmen untuk mewujudkan 12,7 juta hektare perhutanan sosial bagi masyarakat hingga 2019 mendatang. Termasuk di dalam komitmen tersebut yakni hutan adat bagi masyarakat adat seluas 5,8 juta hektare jika mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Namun, AMAN mencatat, hingga kini luasan hutan adat yang sudah terealisasi baru 13.100 hektare. Angka itu masih jauh dari target yang ingin dicapai hingga 2019 mendatang.

AMAN sendiri menperkirakan potensi hutan adat di seluruh Nusantara ada sekitar 40 juta hektare. Namun, luasan hutan yang sudah dipetakan oleh masyarakat adat dan datanya diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk ditetapkan baru 6,7 juta hektare.

Arman menegaskan, hutan adat merupakan bagian penting dari identitas masyarakat Indonesia. Terlebih, hutan merupakan salah satu hak tradisional masyarakat adat yang dijamin oleh konstitusi. Karenanya, wajib bagi pemerintah untuk memenuhi hak tersebut.

Lebih lanjut, kata Arman, pemerintah juga wajib menjalankan program pemberdayaan setelah menetapkan hutan adat. "Sejauh mana hutan adat dapat berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, kuncinya ada pada tahap permberdayaan," ujarnya, dalam sebuah forum diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (13/7).

Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan Indonesia Budget Center (IBC) menunjukkan ada inkonsistensi target kinerja pemerintah dalam penanganan konflik, tenurial dan hutan adat. Direktur Eksekutif IBC Roy Salam mengungkapkan anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk penetapan hutan adat terus tergerus dari tahun ke tahun.

Ia menyebut, pada 2016 lalu, Kementerian LHK hanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,7 miliar untuk penetapan hutan adat. Kemudian, pada tahun anggaran 2017 angkanya turun menjadi Rp 1,4 miliar.

"Lalu di pagu indikatif yang akan menjadi ancer-ancer untuk RAPBN 2018 turun lagi jadi hanya Rp 1 miliar," tuturnya.

Padahal, AMAN memperkirakan, anggaran yang amat terbatas itu hanya akan cukup untuk membiayai kegiatan verifikasi dan validasi. Sementara, tahapan penetapan hutan adat dimulai dari pendaftaran, verifikasi, validasi, penetapan dan pemberdayaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement