REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-elektronik (KTP-el), mantan direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman berharap nota pembelaannya (pleidoi) hari ini dapat meringankan hukumannya. "Sekarang waktunya kami melakukan pembelaan dan berharap pada majelis hakim yang mulia bisa memberikan hukuman seringan-ringannya," ujar Irman di ruang utama sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (12/7).
Irman berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan setelah pengakuan dan penyampaian ihwal mereka yang terkait dalam kasus KTP-el. "Saya sangat percaya dan yakin kepada majelis hakim," ucapnya.
Ia pun tidak menampik adanya intervensi yang diterimanya saat menjalankan program KTP-el dan hal tersebut menurutnya sudah terbuka di persidangan. "Sudah dalam persidangan terbuka. Kalau intervensi pasti dari luar dirjen kependudukan dan sipil," ujarnya.
Irman dan Sugiharto, masing-masing dituntut tujuh tahun dan lima tahun penjara oleh jaksa KPK. Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda. Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
Menurut jaksa, kedua terdakwa terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek KTP-el di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan KTP-el.
Dalam surat tuntutan jaksa, Irman dinilai terbukti memperkaya diri sendiri sebesar 573.700 dolar AS, Rp 2,9 miliar, dan 6.000 dolar Singapura. Sementara, Sugiharto memperkaya diri sebesar 450.000 dolar AS dan Rp 460 juta. Kedua terdakwa juga diyakini ikut memperkaya orang lain dan korporasi.