REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah Widadi membenarkan dalam hubungan guru dan peserta didik, anak selalu berada dalam posisi rentan, namun hak guru yang terjamin dalam undang undang juga tidak boleh diabaikan. "Hak guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang dijamin dalam undang-undang tidak boleh diabaikan begitu saja," ujar Widadi ketika memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU Guru dan Dosen di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (12/7).
Widadi memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pihak Pemohon dari uji materi ketentuan Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1) UU Perlindungan Anak, serta Pasal 39 ayat (3) UU Guru dan Dosen. Widadi mengatakan guru berhak memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, serta sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
"Hak ini tentu juga dilindungi dalam undang-undang, bahwa salah satu dari sembilan prinsip profesi guru adalah memperoleh jaminan, perlindungan, pada waktu melaksanakan tugas keprofesionalan," ujar Widadi.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh dua guru bernama Dasrul dan Novianti, yang merasa mengalami ketidakpastian hukum akibat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1) UU Perlindungan Anak, serta Pasal 39 ayat (3) UU Guru dan Dosen. Para Pemohon merasa ketentuan tersebut menjadikan posisi guru sulit untuk menjadi independen akibat tekanan dari berbagai pihak dan menimbulkan kasus kriminalisasi terhadap guru.
Para Pemohon menilai tindakan guru yang bermaksud untuk memberikan hukuman kepada siswanya dalam rangka menegakkan kedisiplinan dianggap orang tua dan masyarakat sebagai tindakan melanggar hak asasi manusia sehingga seringkali guru tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap profesinya. Menurut para pemohon seharusnya guru dalam menjalankan tugas, sebagaimana diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen tidak dikriminalisasi dan dipidanakan.