Selasa 11 Jul 2017 15:56 WIB

Terkait RUU Pemilu, Demokrat Sayangkan Sikap Pemerintah

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (tengah) didampingi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy (kanan) dan Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rufinus Hutauruk (kiri) memberikan keterangan kepada awak media seusai rapat kerja dengan Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7) malam.
Foto: Mahmud Muhyidin
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (tengah) didampingi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy (kanan) dan Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rufinus Hutauruk (kiri) memberikan keterangan kepada awak media seusai rapat kerja dengan Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Partai Demokrat menyayangkan sikap pemerintah yang kembali memunculkan opsi menarik diri dari pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilu yang berarti kembali pada UU Pemilu lama. Kondisi itu jika Panitia Khusus RUU Pemilu bersama pemerintah tidak menemui titik temu berkaitan poin ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold) sesuai dengan keingingan pemerintah yakni 20 perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo mengingatkan Pemilu 2019 mendatang adalah pemilu serentak untuk pemilihan presiden (pilpres) atau pemilihan legislatif. "Ini yang patut disayangkan. DPR kan telah meluangkan waktu setelah sekian lama untuk merancang UU baru di Pemilu 2019 besok. Pemilu serentak harusnya semua serba baru," ujar Roy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (11/7).

Roy menyoal poin krusial yang membuat Pemilu serentak terancam menggunakan UU Pemilu lama yakni presidential threshold. Menurutnya, sikap fraksi Partai Demokrat di DPR sendiri masih berkeyakinan pemilu serentak tidak menggunakan presidential threshold atau nol persen. "Fraksi demokrat tetap berpikir logis. Logisnya adalah yang namanya PT untuk pemilu serentak itu tak logis. logisnya karena ibaratnya seorang bayi yang baru dilahirkan tentu tidak elok kalau kemudian sudah dipatok dengan menggunakan angka bayi kakaknya atau bayi yang lahir sebelumnya," kata Roy.

Namun, Roy tetap berharap fraksi-fraksi dan pemerintah bisa mengupayakan musyawarah mufakat agar pembahasan RUU Pemilu tidak menemui jalan buntu atau deadlock. Karena opsi kembali ke UU lama sudah sangat tidak relevan untuk pemilu serentak dan mengorbankan kepentingan rakyat. "Kalau kami sayang sekali karena sayang uang rakyat. Sudah sempat lama berjalan, berbulan-bulan dan akhirnya kembali ke UU lama, mending nggak usah saja ada pembahasan sekalian," katanya.

Pemerintah mengambil ancang-ancang tidak meneruskan pembahasan RUUPemilu atau kembali menggunakan UU Pemilu yang lama. Hal ini jika pansus pemilu dan pemerintah tidak menemui satu kesepakatan musyawarah mufakat berkaitan poin ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold).

Menteri Dalam Negeri Tjahjo mengungkapkan hal tersebut pascakembali ditundanya pengambilan keputusan tingkat I RUU Pemilu untuk ke sekian kalinya. "Menerima keputusan hari Kamis, karena masih ada masalah yang masih krusial di bawa paripurna untuk diambil keputusan. Atau pemerintah mengembalikan ke UU Pemilu yang lama, toh sama saja, nggak ada perubahan," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin (10/7) malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement