REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemilu Yandri Susanto mengungkap, jalannya forum lobi dengan pemerintah pada Senin (10/7) malam yang berakhir pada penundaan kembali pengambilan keputusan RUU Pemilu.
Yandri mengungkap sejak awal pemerintah diwakili Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan tetap menginginkan besaran ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold) 20 persen kursi DPR dan 25 persen perolehan suara sah nasional. Sementara sikap fraksi-fraksi di DPR belum juga menemui titik temu di isu tersebut.
"Karena itu diminta untuk lobi lagi sampai hari Rabu, Rabu itu kan udah ambil keputusan di tingkat internal Pansus," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (11/7).
Menurutnya, Pansus RUU Pemilu akan terlebih dahulu melakukan rapat internal pada Rabu (12/7) tanpa kehadiran pemerintah untuk memutus lima isu krusial. Sementara, hasil internal pansus tersebut akan dibawa pada rapat Pansus RUU Pemilu dengan pemerintah pada Kamis (13/7).
Sehingga, Yandri berharap pada rapat internal pansus pada Rabu sudah ada satu kesepakatan bulat dari pansus terkait lima isu krusial melalui musyawarah mufakat atau jajak pendapat di tingkat pansus. Hal ini sesuai keinginan pemerintah, agar tidak ada voting di tingkat paripurna.
"PAN meyakini mayoritas fraksi sudah punya suara yang sama terhadap lima isu itu sehingga nanti kalau mekanisme musyawarah mufakat tidak bisa ditempuh mungkin tersisa satu dua fraksi, kemarin juga sudah disepakati mekanisme voting akan kita tempuh. Artinya akan ada hasil yang suara mayoritas terhadap salah satu pilihan," ujar Yandri.
Yandri membenarkan hasil forum lobi pansus juga muncul sikap pemerintah yang menyiapkan kembali ke UU Pemilu lama. Hal itu merupakan risiko politik jika besaran presidential threshold tidak sesuai yang diinginkan pemerintah yakni 20-25 persen. "Kemarin kita sudah sampaikan dengan mendagri dan menyampaikan tentang hal itu.
Ia pun menyayangkan sikap pemerintah tersebut, karena kembali ke UU Pemilu lama bukan pilihan yang baik. "Kalau kita, sudah siang malam membahas nggak setuju kembali ke UU lama. Tapi itu kan hak pemerintah. Maunya kita kan, selesai di pansus apa pun hasilnya diterima karena ini rezimnya parpol jadi apa yang diputuskan parpol ya pemerintah sebaiknya ikut. Tapi kalau pemerintah ambil posisi sesuai dengan haknya untuk menarik diri ya kita nggak bisa apa-apa," ujarnya.
Pemerintah mengambil ancang-ancang tidak meneruskan pembahasan RUU Pemilu atau kembali menggunakan UU Pemilu yang lama. Hal ini jika pansus pemilu dan pemerintah tidak menemui satu kesepakatan musyawarah mufakat berkaitan poin ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold).
Menteri Dalam Negeri Tjahjo mengungkapkan hal tersebut pascakembali ditundanya pengambilan keputusan tingkat I RUU Pemilu untuk ke sekian kalinya. "Menerima keputusan hari Kamis, karena masih ada masalah yang masih krusial dibawa paripurna untuk diambil keputusan. Atau pemerintah mengembalikan ke UU Pemilu yang lama, toh sama saja, nggak ada perubahan," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin (10/7) malam.
Opsi tersebut ditempuh lantaran Pemerintah tetap menginginkan seluruh poin isu krusial diputus secara musyawarah mufakat. Sementara, dari keseluruhan pasal di RUU Pemilu yang kini dibahas, diketahui poin isu presidential threshold tak kunjung menemui titik temu antara fraksi-fraksi dan pemerintah.
Pemerintah bekeras dengan besaran 20 kursi DPR dan 25 perolehan suara sah nasional. Sementara, fraksi-fraksi di DPR terbagi menjadi tiga kubu yakni pendukung 20-25 persen; fraksi pendukung presidential threshold ditiadakan atau nol persen; dan fraksi jalan tengah yakni 10-15 persen.