REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa hasil rapat konsultasi KPU, DPR, dan pemerintah tidak mengikat. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy, mengatakan, rapat konsultasi antara KPU dan DPR bisa jadi ditiadakan, tapi institusi Rapat Dengar Pendapat (RDP) tetap ada.
"Kita harus taat dengan putusan MK. Bagi Komisi II, mungkin rapat konsultasinya yang ditiadakan. Sudah tidak ada lagi rapat konsultasi. Tapi RDP itu tetap ada. Soalnya RDP diatur dalam UU MD3," kata Lukman Edy di Gedung DPR RI, kemarin.
Lukman menyatakan, dalam RUU Pemilu yang sedang dibahas ini, terminologi rapat konsultasi juga sudah tidak digunakan, tetapi menggunakan terminologi RDP. Sesuai dengan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), hasil keputusan RDP sifatnya mengikat semua pihak.
Baca juga, Putusan MK Dinilai Bisa Beri Kepastian RUU Pemilu.
Meski dalam Undang-undang MD3 tidak ada teks yang secara eksplisit menyatakan bahwa hasil RDP bersifat mengikat, Lukman mengatakan semua lembaga negara sudah paham. "Kalau rapat RDP tidak diimplementasikan di dalam kebijakan-kebijakan KPU ya berarti kan tidak menghargai lembaga DPR," ujarnya.
Lukman menjelaskan frasa yang menyebutkan bahwa rapat konsultasi sifatnya mengikat sebenarnya merupakan terobosan DPR ketika membahas UU Pilkada. Karena, kata Lukman, DPR melihat selama ini hasil-hasil rapat dengar pendapat tidak diimplementasikan oleh KPU. Poin ini yang kemudian dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Meski demikian, Lukman menegaskan, keputusan MK ini tidak menghilangkan RDP dengan lembaga KPU yang sudah diatur di dalam UU MD3. "Pertimbangan itu juga sudah kami dahului di UU Pemilu ini, menghilangkan frasa rapat konsultasi yang mengikat, tapi tetap ada namanya RDP. Yang hasil RDP itu semua lembaga negara sudah paham sebagai bentuk dari komitmen hubungan antar lembaga negara," kata dia.
Lukman mengakui persoalan ini sempat menimbulkan ketegangan, khususnya dengan KPU periode kepengurusan lama. Namun Lukman mengatakan, KPU periode sekarang tidak seperti dulu. Menurutnya, KPU dan DPR sekarang sudah saling memahami hubungan antarlembaga negara.
Ketua KPU Arief Budiman meminta semua pihak menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Ia menyatakan selama ini KPU selalu meminta pendapat dan masukan dari berbagai kalangan dalam membuat Peraturan KPU, dan tradisi itu akan tetap tetap diteruskan.
Dengan adanya putusan ini, Arief mengatakan, KPU bisa membuat peraturan sesuai dengan keyakinannya. Arief juga menjelaskan bahwa ada perbedaan antara rapat konsultasi dengan rapat dengar pendapat (RDP). Kedua terminologi ini berbeda arah dan mekanismenya.
Dalam rapat dengar pendapat, kata Arief, DPR mengundang KPU sebagai lembaga negara untuk melakukan rapat. RDP ini bisa membahas banyak hal, tidak hanya tentang peraturan KPU. Sementara dalam rapat konsultasi, KPU mengajukan rancangan peraturan KPU untuk dikonsultasikan.
"Kalau RDP sudah diatur dalam undang-undang, yang salah satu klausulnya menyatakan bahwa kesimpulan RDP itu mengikat bagi siapapun yang menjadi peserta RDP. Tapi RDP bisa membahas banyak hal. Tapi kalau rapat konsultasi itu khusus dalam membuat PKPU," kata Arief.
Sebelumnya, putusan itu disampaikan Wakil Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan uji materi Pasal 9 huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/7). MK menilai ketentuan tentang keputusan hasil rapat yang bersifat mengikat telah menyandera KPU.