REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menginginkan berbagai pihak untuk menghormati keputusan yang telah diambil DPR RI terkait hak angket terhadap KPK, terlebih karena Pansus Angket telah tercatat dalam Berita Negara.
"Semua pihak harus menghormati apa yang telah menjadi keputusan kelembagaan dewan yang diatur oleh konstitusi," kata Fahri Hamzah dalam rilis, Senin (10/7).
Fahri menjelaskan UU No 17 tahun 2014 tentang MD3 pasal 202 menyebutkan legalitas Panitia Angket ketika ditetapkan dengan keputusan DPR dan diumumkan dalam Berita Negara. Ia memaparkan, keputusan tentang Panitia Angket tertuang dalam Keputusan DPR RI No 1/DPR RI/2016-2017 tentang Pembentukan Panitia Angket DPR RI terhadap Pelaksanaan Tugas & Kewenangan KPK tertanggal 30 Mei 2017.
Selain itu, keputusan DPR tersebut sudah diterbitkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No 53 tahun 2017. Terbitnya berita negara adalah penegasan bahwa tidak boleh lagi ada orang yang merasa tidak tahu atas apa yang telah menjadi keputusan resmi DPR RI," kata dia.
Fahri juga menyatakan terbitnya berita negara tersebut seharusnya mengakhiri segala polemik yang mempertanyakan legalitas angket. "Karena sudah masuk dalam rezim administrasi negara," kata dia.
Dia menegaskan tugas semua pihak untuk mendukung Pansus agar bekerja efektif dan tidak lagi berpolemik. Hal tersebut demi perbaikan sistem pemberantasan korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga adanya skenario untuk menciptakan kampanye negatif terhadap KPK terkait keputusan Pansus Hak Angket DPR mengunjungi dan mewawancarai narapidana kasus korupsi di sejumlah lembaga pemasyarakatan. "Mewancarai koruptor patut diduga sebagai skenario menciptakan kampanye negatif kepada KPK. Sudah dapat ditebak, sebaik apapun kinerja KPK, jika narasumbernya adalah koruptor pasti penilaiannya jelek kepada KPK," kata peneliti ICW Donal Fariz dalam rilis di Jakarta, Kamis (6/7).
Menurut dia, mewawancarai para terpidana kasus korupsi untuk menilai KPK adalah sebuah pemufakatan jahat untuk mendiskreditkan KPK. Ia mengingatkan secara hukum, seluruh terpidana korupsi yang berkekuatan hukum tetap sudah terbukti melakukan kejahatan korupsi.
Pada saat yang sama, Donal mengatakan, vonis bersalah tersebut membuktikan kinerja KPK sudah benar. "Jika saja proses hukum yang dilakukan KPK keliru atau menyimpang, tentu putusannya akan bebas atau lepas. Apalagi sekarang ada tahapan pra peradilan untuk menilai keabsahan proses hukum yang dilakukan oleh penegak hukum termasuk di dalamnya KPK," kata dia.